Akupun terperangah. Riasan sederhana pada alis, bulu mata, pipi dan bibirnya semakin menonjolkan kecantikan alaminya, membuat jantungku berhenti berdetak. Â Mataku nanar. Nafas sempat terhenti. Tangan dan dengkulku lemas. Mulutku terkunci.
Tak percaya Mesh bisa begitu berubah total. Di lokasi pengobatan massal dia terlihat tegas, kokoh dan tomboy lebih tepatnya. Tetapi di haluan ini dia menjadi perempuan ayu yang menggetarkan hati.
"Aku generasi keempat belas di Palembang. Aku adalah keturunan Kapitan dari ibuku."
Pantas sikapnya, berani  dan sedikit priyayi karena ternyata dia keturunan Kapitan, batinku.
"Bapakku asli dari Danau Ranau Komering***). Takdirku sepertinya tidak pernah jauh-jauh dari sungai.," katanya mantap sambil tersenyum.
"Aku berharap nanti PTT****) pun tidak akan jauh-jauh dari sungai."
"Pesanlah. Makanlah apapun. Sudah dibayar semua".
"Yang benar saja.. "
"Kenapa? Tak percaya?" ujarnya.
Akupun memesan  es kacang merah dan pempek kapal selam.
Lamat-lamat lagu yang diputar restoran sampai di meja kami.