Bukankah dia dokter? Sudahlah.
Kulepaskan jaketku dan kugelarkan di tanah. "Duduklah di atas jaketku!".
Prameshwari terlihat tertegun. Dia menuruti perintahku duduk beralaskan jaketku.
Nasi bungkus itu dibuka oleh Prameshwari. Ayam goreng ditengahkan, sayur nangka, rebusan daun ubi dan sedikit kemangi di letakkan di sekeliling nasi.
Sebelum makan, Prameshwari meminta untuk berdoa dulu. Bersyukur kepada Tuhan atas rezeki makanan yang telah terhidang di hamparan guguran daun karet.
Kami makan dalam diam. Ketika aku akan meraih ayam goreng, rupanya tangan Prameshwari juga terulur, tak sengaja tangan kami bersentuhan.
Darahku berdesir, serasa ada listrik yang menjalar sepanjang tanganku lalu menghantam jantungku. Jantungku berdegup.
Tiba-tiba tanganku di raih oleh Prameshwari.
"Ini janji kelingking. Janji! Kamu akan menjadi temanku. Kamu akan menjagaku apapun yang terjadi. Janji!".
Aku tercekat. Apakah artinya Prameshwari menerima cintaku, batinku atau menolakku secara halus.
Jantungku semakin berdegup kencang. Jemariku lemas. Matanya tajam menatapku. Aku seperti telanjang. Mukaku panas. Darahku menggelegak.