"Biar aku saja yang bawa".
Dia melirikku sebentar dan balik berkata, "aku biasa mandiri".
Hebat kataku dalam hati.
"Kamu tak takut," kataku.
"Takut kenapa?".
"Aku berbuat jahat padamu".
"Ha ha ha. Aku percaya padamu. Lagian kamu bisa apa."
Keyakinan dirinya membuatku aku makin kagum pada sosok perempuan yang kini berjalan bersamaku di terik mentari Sumatera.
Rumah kayu tua itu ternyata halamannya dipenuhi oleh pohon buah. Ada jambu biji, rambutan, dan mangga. Di depan rumah ada kaleng-kaleng yang ditanami dengan bunga tapak dara dan rumput jarum.
Dari samping seorang perempuan tua menghampiri kami. Dari belakang bapak yang meminta bantuan kami juga tiba.
"Ini dokter yang nak ngobati cucung".