Mohon tunggu...
OSTI  LAMANEPA
OSTI LAMANEPA Mohon Tunggu... Mahasiswa - DEO GRATIA (RAHMAT ALLAH)

MAHASISWA FILSAFAT DAN TEOLOGI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resume Kristologi Abad Pertengahan hingga Kristologi Kristen Reformasi Abad IX-XX

12 Mei 2021   11:35 Diperbarui: 18 Mei 2021   16:32 2703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Oleh: Osti Lamanepa, Mahasiswa Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang

Abstrak

Fokus saya dalam tulisan ini adalah membahas tentang persoalan yang dihadapi oleh para teolog tentang pemikiran kristologi mereka dan pengaruh pemikiran mereka terhadap kristologi, mulai dari kristologi abad pertengahan sampai kristologi Kristen reformasi abad IX-XX. Saya menaruh perhatian penuh terhadap tema yang terkait dengan studi perbandingan pemikiran-pemikiran para teolog tentang Yesus Kristus mulai dari kristologi abad pertengahan sampai pada kristologi Kristen reformasi abad IX-XX dan relevansinya dengan iman kristiani saat ini. Tema-tema dalam kristologi ini menurut saya memberikan suatu cara pandang yang baik untuk mengenal Yesus Kristus. 

Metode pembahasan tulisan ini adalah analisis kritis dengan membandingkan pemikiran para teolog yang satu dengan para teolog yang lain dan melihat relevansinya dengan iman kristiani saat ini tentang Yesus Kristus, melihat pendekatan mereka, serta evaluasi atau catatan kritis tentang pemikiran mereka. Saya menemukan bahwa pemikiran-pemikiran mereka saling melengkapi satu sama lain serta dapat membantu orang lain untuk mengenal dan mengerti tentang Yesus Kristus dengan baik. Dia adalah Allah dan manusia, sehingga pendekatan dari para teolog ini bisa membantu kita untuk mengenal yesus dengan baik sesuai dengan iman kristiani saat ini

I. Pengantar

Persoalan mengenai kristologi terus berlanjut hingga abad pertengahan sampai abad IX-XX. Persoalan yang muncul dalam kristologi ini hanya mau mencari apakah Yesus itu sebagai Allah dan manusia, ataukah hanya sebatas manusia saja. Dalam kristologi ini juga ditanyakan bagaimana yang ilahi dan dan yang insani berhubungan satu sama lain dalam pribadi Yesus Kristus. Pertanyaan ini diajukan oleh para teolog yang ingin mengungkapkan iman kepercayaannya bahwa di satu pihak Yesus sungguh manusia, tetapi di lain pihak Allah sendiri hadir dalam Dia, malahan bahwa Yesus sendiri adalah Allah. Berikut ini saya menguraikan dan menjelaskan secara rinci pemikiran-pemikiran kristologi dari para teolog ini, dan melihat relevansinya untuk saat masa sekarang.

II. Pembahasan

2.1. Kristologi Abad Pertengahan, Catatan Kritis, dan Relevansinya Untuk Masa Sekarang

Kristologi abad pertengahan menghadapi masalah baru yakni masalah perbedaaan pendapat dari Para Pujangga Gereja dari kawasan timur dan Para Pujangga Gereja dari kawasan barat yakni Relasi Yesus dengan Allah, dan penebusan-Nya bagi umat manusia serta Kristologi jatuh pada pemikiran Feodal yang menekankan pemikiran negatif atau manusia berdosa dan menolak segi positif yakni pengilahian manusia disingkirkan dari ranah Kristologi. Perbedaan ini, membuat para Pujangga Gereja Timur dan para Pujangga daeri Gereja Barat beradu argumen untuk membahasakan Penyelamatan Yesus Kristus dan karya penebusan-Nya bagi umat manusia khususnya bagi orang yang berdosa. Persoalan pokoknya adalah bagaimana mungkin manusia yang berdosa dibenarkan, dibebaskan dari dosa dan dikuduskan (Bdk, Diktat Rm. Gregorius Pasi, SMM, Tentang Kritologi Abad Pertengahan, hlm, 57-59).

Kristologi di kawasan Timur, bertumpu pada Kristologi Konsili Khalsedon dan Kinstantinopolis III yang menekankan pengilahian manusia atau divinisiasi Yesus Kristus, Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus dan karya penebussannya untuk orang berdosa. Menurut hemat saya, tidak banyak tokoh Para Pujangga dari Gereja Timur yang berbicara tentang keilahian Yesus manusia (Divinisiasi) atau Allah menjadi manusia.

Sementara Kristologi di kawasan Barat mereka lebih menekankan Kristologi logos antrophos. Para pujangga dari Gereja barat juga menekankan Kemanusiaan Yesus tetapi dari segi kepengantaraan Yesus Kristus dan Rahmat Allah bagi orang yang berdosa. Selain itu juga Para pemikir Pujangga Barat memakai filsafat khususnya filsafat Aristoteles yang menimbulkan problem-problem baru. Tetapi Filsafat juga menolong untuk semakin memperdalam paham mengenai Unio Hypostatica seperti yang dirumuskan konsili-konsili terdahulu. Ada beberapa tokoh dari Pujangga Gereja Barat yang berjasa memberikan sumbangan pemikiran Kristologi mereka anataralain; Agustinus dari Hippo, Anselmus dari Canterbury (Fides Quarens Intelectum, Satisvaction Vicaria, Kristologi dari Atas dan Kristologi Soteriologis), dan Thomas Aquinas. Berikut ini saya akan menguraikan pembahahasan dari tokoh-ketokoh pujangga Gereja agar kita bisa mengikuti arah pemikiran mereka mengenai Kristologi pada abad pertengahan ini. Selain itu saya akan memberikan sedikit komentar atas pemikiran-pemikiran mereka, khususnya pemikiran mereka pada kristologi abad pertengahan

  • Yohanes dari Damsyik dan Agustinus dari Hippo

Tokoh Pujangga dari Gereja Timur yang terkenal adalah Yohanes dari Damsyik. Kristologi Yohanes dari Damsyik adalah Kristologi Yunani yang menekankan keilahian Yesus. Penyelamatan ilahi dilihat sebagai pengilahian manusia atau divinisiasi. Prinsip dasarnya adalah Allah menjadi manusia, supaya manusia dapat menjadi ilahi dan menjadi peserta dalam kebakaan dan ketidakfanaan Allah, bebas dari pembusukkan. Hal ini sesuai dengan kerinduan orang Yunani. Dosa dan kedosaan manusia tidak disangkal atau diremehkan. Nilai penyelamatan hal ihwal Yesus Kristus, sengsara dan kematian-Nya dipertahankan, tetapi diletakan dalam rangka keseluruhan inkarnasi yang menjadi pangkal segala sesuatu. Hal ihwal Yesus Kristus terutama diartikan sebagai Anak Allah, Firman Allah menjadi senasib dengan manusia supaya manusia menjadi senasib dengan Kristus ilahi.

Agustinus Uskup Hippo di Afrika berperan penting dalam perkembangan Kristologi/soteorology. Ia secara tunggal menguasai teologi Gereja Latin sampai abad XII. Kristologi Agustinus adalah Kristologi Logos Anthropos. Ia melanjutkan Kristologi Gereja Latin (Tertullianus, Hilarius, Irenius) dan sehaluan dengan Kristologi Konsili Nikea, Efesus, Khalkedon, dan Konstantinopolis III. Pusat Soteriology Agustinus adalah manusia, situasi malangnya, dan rahmat (Gratia) yang dikaruniakan Allah. 

Masalah Pokok Agustinus adalah bagaimana manusia (perorangan) yang berdosa dibenarkan, dibebaskan dari dosa dan dikuduskan? Agustinus menekankan bahwa karya penebusan Yesus Kristus dan dengan perantaraan-Nya, Allah dengan Cuma-Cuma membenarkan orang-orang pilihan-Nya. Hal itu terjadi melalui rahmat, dan tanpa rahmat manusia tidak berdaya. Kristologi Agustinus adalah Yesus Kristus adalah Manusia sperti manusia lain, daging, senasib dengan manusia kecuali dalam hal dosa. Manusia itu berkat rahmat Allah diperstukan dalam satu diri dengan firman, Anak Tunggal Allah. Dengan demikian Kristus menjadi pengantara. 

Dengan suatu pertukaran ajaib pengantara itu membenarkan (justification) manusia yang memang diciptakan baik, tetapi terjerat dalam dosa. Kematian Yesus disalib merupakan korban pemulih dan penghapus dosa dan atas dasar itu manusia dikaruniai dengan kebenran Allah. Dengan demikian Kristus menjadi sumber rahmat dan menjamin kebangkitan dan hidup kekal. Sekaligus Kristus menjadi teladan ketaatan, berhadapan dengan ketidaktaatan dan keangkuhan manusia (Adam). Keangkuhan manusia disembuhkan oleh kerendahan Allah (kenosis). Soteriologi Agustinus menekankan segi rahmat. Tanpa rahmat manusia tidak dapat berbuat apa-apa.

Pandangan Agustinus tentang rahmat hanya dapat dipahami kalau mengingat pandangannya mengenai dosa yakni sebagai suatu kuasa yang mengurung, memebelenggu, dan memperbudak manusia. Kuasa dosalah yang disebut dosa asal. Yang dapat menyelamatkan manusia daei kuasa dosa itu adalah hanya Allah. Dan Allah memang membebaskan manusia dari lingkaran setan itu. 

Yang penting dalam rangka terminologi teologis khususnya bagi pemakaian kata rahmat sebagai istilah teknis yaitu dengan kata rahmat dalam bahasa Yunani disebut kharis, dan dalam bhasa latin disebut gratia. Agustinus mengungkapkan kedua hal sekaligus yang sebelumnya dalam tradisi kristiani diungkapkan dengan dua kata yang berbeda yakni yang pertama: sikap kerahiman Allah terhadap manusia (untuk hal ini dahulu dipakai kata belas kasihan/misericordia, atau kebaikan hati/favor. 

Yang kedua: Daya kekuatan Allah dalam manusia (hal ini dahulu biasanya disebut karya Roh Kudus). Agustinus menggabungkan kedua hal ini lalu menyebutnya dengan rahmat. Dengan demikian ia memberikan arti baru kepada kata ini. Pada dasarnya terminologi Agustinus ini yakni paham rahmat ini mengambil alih fungsi dalam sejarah keselamatan. Sebelum Agustinus, kemampuan manusia untuk menjawab panggilan Allah diletakan dalam sejarah keselamatan Allah. Akan tetapi sejak Agustinus, kemampuan tadi diletakan dalam rahmat, yang dipandangnya sebagai kemampuan asasi yang oleh Allah ditanamkan dalam jiwa setiap orang beriman (Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika, Ekonomi Keselamatan, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hlm, 156-157).

  • Anselmus dari Canterbury dan Thomas Aquinas

Kristologi Anselmus adalah sebagai berikut; Pertama, Fides querens intellectum atau iman mencari pengertian. Artinya mencari dasar yang rasional meyakinkan. Tapi ini bukanlah rasionalisme, titik tolaknya adalah iman. Artinya kebenaran diimani dulu baru mencari dasar rasionalnya. Kedua, Satisvication-vicaria yakni mencari dasar iman atas kebenaran inkarnasi. Maka ia menggunakan istilah satisvaction atau memberi silih. Karena manusia adalah makhluk yang berdosa maka ia tidak dapat memberi silih atas dosanya sendiri, maka Allah sendiri harus menjadi manusia agar dapat memberi silih pada manusia. Maka Allah atas belas kasih-Nya kepada manusia menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. 

Hanya kematian Yesuslah, Ia dapat memberi silih atas dosa manusia. Kristologi Anselmus adalah kristologi dari atas dan kristologi soteriologis. Anselmus mengembangkan ajaran Agustinus tentang Yesus sebagai pengantara. Menurut Anselmus, hubungan Allah dan manusia mula-mula lurus atau rectus. Oleh Karena manusia berbuat dosa maka, manusia menghina Allah karena merusak hubungan yang lurus itu sehingga manusia berhutang pada Allah yakni manusia mesti membayar kekurangan hormat yang diakibatkan dosa. 

Pendekatan Anselmus ini tidak cocok dengan pendekatan perjanjian baru karena Anselmus hanya berfokus pada karya keselamatan Yesus Kristus yang bertitik tolak pada kematian Yesus di salib sebagai korban penyilih dosa. Maka kehidupan dan kebangkitan Yesus seolah-olah tidak mempunyai nilai penyelamatan dan hanya menjadi contoh bagi orang beriman. Seandainya manusia tidak berdosa maka tidak ada inkarnasi. Dengan demikian tata penyelamatan di lepaskan dari tata penciptaan. Walaupun demikian, Anselmus memberikan peranan aktif kepada manusia Yesus dalam eksistensi keduniaan-Nya, realitas historis dan kematian-Nya. Anselmus menekankan keilahian Yesus Kristus. 

Jelaslah bahwa kristologi Anselmus adalah kristologi dari atas dan kristolgi soteriologis. Anselmus melanjutkan dan mengembangkan gagasan Agustinus tentang Yesus Kristus sebagai pengantara, dan Anselmus menekankan karya pengantaraan Yesus Kristus. Pendekatan Anselmus tersebut khususnya satisfaction vicaria ada segi lemahnya, dan akhirnya kurang memuaskan. Namun demikian ajaran Anselmus lebih kurang menjadi tradisional, meskipun tidak pernah menjadi ajaran resmi atau dogma. 

Melalui katekese ajaran itu masuk dalam kesadaran umat. Para skolastisi besar seperti Thomas Aquinas, Bonaventura, Scotus dan lain-lain memperlunak pendekatan Anselmus yang terlalu yuridis, namun toh meneruskan pendekatan itu. Tetapi seluruh pendekatan itu kurang meyakinkan dan kurang cocok dengan pendekatan Perjanjian Baru. 

Dalam pandangan Anselmus Allah dan Yesus Kristus sendiri adalah Allah yang nampak sebagai seorang ppenguasa mutlak yang demi keadilan menuntut hak-Nya. Hubungan timbal balik antara Allah dan manusia dipikirkan melalui jalur hukum, hak, dan keadilan. Yesus Kristus sebagai Allah juga nampak sebagai seorang raja feudal yang pertama-tama mesti dihormati, dilayani, dan yang menegakkan tata hukum dan keadilan. Antara penghinaan dan silih mesti ada keseimbangan. Karya penyelamatan Yesus Kristus hampir saja secara esklusif diletakkan dalam kematian-Nya di salib sebagai korban penyilih dosa.

Menurut Aquinas, berkaitan denga kodrat-Nya, sebagai manusia, Kristus mempunyai tiga jenis pengetahuan yakni visio betifica atau pandangan kesmpurnaan surgawi dengan mana Ia dapat melihat Allah seperti yang dialami oleh para kudus di surga. Yang kedua scientia infusa yakni pengetahuan yang ditanamkan dari Allah sehingga Dia menegtahui semua apa yang diketahui oleh pikiran manusia, dan yang terakhir scientia esperimentalis yakni pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran atau pengalaman. Dalam diskusi kristologis, Thomas Aquinas seringkali membuat acuan pada teladan Yesus. Misalnya dia mengatakan bahwa Kristus lapar atau haus untuk memberikan contoh kepada kita untuk menahan derita. Kristus merupakan contoh moral bagi kita untuk kita tiru ( Diktat Kuliah Rm.Gregorius Pasi SMM, hlm, 66).

 Thomas Aquinas menyempurnakan karya St. Agustinus. Dengan mengembangkan sistem Trinitaris,yang amat logis, pertama-tama ia bertolak dari apa yang menyatukan tiga Pribadi itu yakni hakikat mereka. Dengan begitu sejak dini dia memberi jaminan ciri ilahi dari kesatuan hakikat dari Pribadi-Pribadi (Leonardo Boff, Allah Persekutuan, Ajaran tentang Allah Tritunggal, Maumere: Ledalero, 1999, hlm, 68-69). Thomas Aquinas justru mendefinisikan pribadi-pribadi ilahi sebagai hubungan yang bereksistensi dalam dirinya sendiri, sebagai relationes subsistentes.

Boleh dikatakan bahwa pada zaman berikutnya yakni zaman skolastik abad XIII-XV kristologi pada dasarya tidak berkembang. Pemikiran tinggal dalam kerangka yang dipasang dalam konsili khalkedon, konsili konstantinopolis III serta arah yang ditentukan Agustinus dan Anselmus, khususnya sehubungan dengan soteriologi yang terutama berpusatkan pada soteriologi subjektif, rahmat.

Catatan kritis dari kristologi abad pertengahan ini menurut hemat saya mesti dillihat dalam kerangka pemikiran Thomas Aquinas. Thomaslah yang memulai membedakan pertama kalinya soteriolgi dan kristologi. Pembahasan Kristologi dalam arti sempit dan karya keselamatan ditempatkan terpisah satu sama lain dalam summa theologiae. Dia juga yang memulai memandang penting tidak hanya inkarnasi dan sengsara Yesus, tetapi juga hidup yesus. Relevansinya untuk saat ini yakni ajaran Agustinus sampai sekarang masih relevan terutama dalam hal inkarnasi dan kehiduppan Yesus. Umat beriman saat ini tetap mengakui adanya inkarnasi dan kehidupan Yesus secara nyata dahulu di tanah palestina dan karya, serta misiNya di Yerusalem. Thomas Aquinas menambahkan bahwa Allah menjadi manusia karena Allah adalah kebaikan mutlak. Sebagai kebaikan mutlak, Ia tidak tertutup dalam diri-Nya sendiri, tetapi bersau dengan manusia sebagai ciptaan-Nya demi keselamatan manusia.

2.2. Kristologi Abad XIX-XX, Kristen Reformasi Abad IX-XX, dan Kristen Katolik Abad XIX-XX, Catatan Kritis, dan Relevansinya Untuk Masa Sekarang

Masuknya Pengaruh Filsafat Dalam Abad Moderen

Kristologi pada abad IX-XX ini dipengaruhi juga oleh pengaruh metafisik Yunani yakni zaman Skolastik, Plato, dan metafisik Aristoteles. Metafisik Yunani merupakan suatu usaha memahami dan menjelaskan secara rasional dunia yang dialami dan diamati manusia dan yang nampaknya serba majemuk dan berubah-ubah. Dalam metafisik Yunani ini, Yesus Kristus dipahami sebagai unsur ilahi, logos ilahi atau cerminan atau gambaran sempurna Allah Bapa sendiri. Logos yang ilahi dan kekal mengandung dalam diri-Nya seluruh realitas berupa cita-cita, yang tercermin dalam dunia yang diamati. Logos itu tampil di bumi ini dengan Yesus Kristus guna mengilahikan dunia khususnya manusia gambar Allah yang rusak. Bertitik tolak dari logos ilahi itu, segala sesuatu dapat dipahami dan dijelaskan. 

Dalam rangka metafisik Aristoteles, mulai abad IV tapi terutama sejak abad XIII, orang berusaha memahami Yesus Kristus yang memang hanya seorang menjadi serentak manusia dan Allah. Bagaimana yang satu dan sama itu mempersatukan di dalam dirinya yang ilahi dan yang mausiawi. Bahkan Yesus di sebut juga sebagai kodrat ilahi. Orang berusaha memahami Yesus Kristus yang diwartakan tradisi dengan bertitik tolak dari filsafat yakni apa yang menyebabkan. Apa yang membuat Yesus Kristus yang memang hanya seorang menjadi serentak manusia dan Allah. Sedangkan prinsip pemersatu ialah diri atau pribadi (persona, hypostasis) Dalam masa ini juga diperdebatkan masalah yang sungguh-sungguh murni Kristen. Masalah bagaimanakah yang ilahi dan yang insani saling berhubungan dalam pribadi yang satu. 

Persoalan itu bukan saja dari mereka yang bertemu dengan Yesus Kristus atau dari mereka yang mau mengungkapkan imannya bahwa Yesus Kristus adalah manusia sejati tetapi juga pada pihak lain Allah sendiri hadir dalam Dia, bahkan Dia sendiri adalah Allah (Bernhard Lohse, Epochen der Dogmengeschichte, di terjemahkan oleh A. A Yewangoe, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1989, hlm, 91). Akhirnya alam pikiran Yunani ini merosot juga dan diganti dengan alam pikiran baru yakni alam pikiran Antropo-sentris yakni pada abad XVIII-IX ( Rm. Gregorius Pasi SMM, hlm, 72-74).

. Dalam alam pikiran Antropo-sentris ini subjek menjadi paling penting dan utama. Semuanya dilihat dengan bertitik tolak pada manusia. Orang mencari pegangan dan kemantapan di dalam diri manusia sendiri dan dalam kemampuan manusia. Dalam masa ini muncul berbagai sistem pemikiran filsafat antara lain empirisme, rasionalisme, idealisme, eksistensialisme, dan pragmatik. Alam pemikiran Yunani itu mempertahankan diri sampai pada abad XIV dan dalam teologi skolastik thomisme malah sampai pertengahan abad XX. Dengan demikian pemikiran tentang Yesus Kristus dalam rangka itu pada dasarnya juga mempertahankan diri. Kristologi yang di rumuskan dalam konsili khalkedon dan Konstantinopolis III dalam abad IV, yakni kristologi dari atas tidak terganggu gugat. Rupanya tata bahasa kristologis itu mencukupi untuk memikirkan dan mewartakan Yesus Kristus dengan cara yang sesuai dengan alam pikiran dunia Eropa Barat dan Eropa Timur. Tetapi sejak abad XIV, yakni renaissance dan humanisme, dunia Yunani-Romawi serta alam pikirannya di kawasan barat mulai merosot diganti dengan alam pikiran dan dunia lain, yang sedikit banyak bertolak belakang dengan alam pikiran Yunani-Romawi. Meskipun tentu saja tidak terlepas darinya.

Semakin pesat terjadilah suatu perubahan radikal di segala bidang kehidupan yakni bidang politik, nasionalisme, ekonomi, prakapitalisme, kapitalisme, industry, masyarakat, demokrasi, borjuis, hak-hak asasi manusia secara perorangan atau individualisme. Di bidang ilmu-ilmu pun terjadilah perubahan yang langsung mempengaruhi teologi dan kristologi. Ilmu-ilmu itu tidak lagi tunggal milik para rohaniwan Gereja, tetapi di kelola juga oleh orang awam. Teologi sebagai ilmu utama, Ratu segala ilmu, diturunkan dari taktanya. Ilmu-ilmu positif yang berdasarkan pengamatan dan eksprimen, berkembang dengan pesat dan melepaskan diri dari teologi dan filsafat. 

Kita di ingatkan dengan tokoh-tokoh ilmu positif seperti Kopernikus (1543), Galilei Galileo (1624), Newton (1727). Ilmu-ilmu positif itu diterapkan melalui teknik yang semakin menguasai alam dan manusia. Filsafat pun yang otonominya sudah diakui oleh Thomas Aquinas pun mulai melepaskan diri dari teologi menempuh jalannya sendiri serta menyususn dunianya sendiri lepas dari iman. Proses sekularisasi yang sudah dimulai pada abad XIII tampil pada permukaan dan semakin meluas. Semua perubahan tersebut sekaligus berpengaruh juga pada iman Kristen. Allah yang menurut iman Kristen menciptaklan dan menyelenggarakan segala sesuatu tidak menjadi problem lagi atau tidak menjadi persoalan lagi. Maka hal ini berpengaruh juga pada paradigna umum yakni semuanya seragam atau sama. 

Dalam perjalanan waktu, orang pun mulai sadar akan sejarah yang sebenarnya. Dengan demikian timbul kesadaran akan perubahan dan perkembangan yang di tempuh di dunia, termasuk manusia dan di segala bidang kehidupan. Alam pikiran di kawasan barat itu, di suarakan oleh pelbagai sistem pikiran, filsafat, yang bersaingan satu sama lain dan silih berganti, susul-menyusul. Problem pokok pikiran itu bukanlah apa yang diketahui dan dipikirkan, melainkan bagaimana manusia dapat mengetahui serta memikirkan, serta menjumpai sesuatu. Maka munculah filsafat empirisme yang berkembang di Inggris dengan tokohnya Francis Bacon, Locke, dan Hume. 

Empirisme berpendapat bahwa apa yang real dan benar hanyalah apa yang diamati oleh pancaindera manusia dan yang berkaitan satu sama lain sebagai sebab dan akibat. Aliran kedua dalam alam pikiran modern yang paling menonjol adalah rasionalisme. Sistem filsafat itu secara tuntas disusun oleh R. Descartes. Prinsip dasar dari rasionalisme adalah daya pikiran manusia adalah otonom. Setelah rasionalisme, muncul idelisme, eksistensialisme yang di kembangkan oleh Heidegger, setelah itu muncul filsafat pragmatik. Dalam kristologi Kristen reformasi ini muncul masa baru yakni abad pencerahan. Abad pencerahan ini ditandai dengan rasionalisme. 

Menurut rasionalisme, kenyataan dapat diketahui hanya dengan rasio dan tidak dengan lain, bahkan tidak dengan pengalaman emperisme. Banyak tokoh-tokoh reformasi yang muncul pada masa ini antaralain; G. Lessing, Reimarus, Schleiermacher, Wilhelm Friedrich Hegel, Strauss, dan L. Feurbach. Maka rasionalisme ini secara tegas di kritik oleh G. Lessing tahun 1729-1781. Berdasarkan Rasionalisme ini, Lessing mengajukan keberatan-keberatan terhadap iman kristiani (Bdk, L. Sutadi, Diktat Kristologi 2, hlm, 65).

 Pertama, ia melihat jurang yang memisahkan masa lalu dan masa sekarang. Kita tidak melihat dengan mata kepala kita sendiri misalnya mukjizat dan kebangkitan Yesus Kristus. Kita hanya menerimanya berdasarkan kesaksian para murid. Tetapi seberapa besar kesaksian para murid diandalkan. Lebih dari pada itu, menerima sebagai benar sesuatu hanya berdasarkan kesaksian orang lain bertentangan dengan otonomi manusia yang merupakan ciri utama manusia abad modern, manusia pencerahan. 

Manusia hanya otonom kalau ia menerima sebagai benar apa yang ia saksikan sendiri dan dipikirkan sendiri. Kebenaran yang dipaksakan orang lain bertentangan dengan prinsip otonomi. Oleh karena itu, kita tidak mungkin menerima apa yang disaksikan oleh para murid. Kedua, Lessing mengajukan pertanyaan metafisis berikut ini; Bagaimana mungkin transisi dari kebenaran-kebenaran historis aksidental ke kebenaran-kebenaran rasional yang perlu dapat dibuat? Kebenaran historis yang dimaksud ialah peristiwa sejarah menyangkut Yesus Kristus. Bagaimana mungkin peristiwa Yesus Kristus ini diangkat menjadi suatu yang mempunyai arti universal di segala tempat dan waktu? Atau dengan kata lain, Bagaimana mungkin Yesus orang Yahudi dapat menjadi Allah dan diakui di seluruh dunia? Ketiga, Pewartaan kristiani berabad-abad lalu tidak masuk akal lagi bagi orang zaman sekarang.

Tokoh yang berikut adalah Reimarus. Reimarus mencoba menerapkan patokan ilmu sejarah pada Perjanjian Baru untuk menemukan Yesus yang sebenarnya, bersih dari segala dogma. Reimarus menjadi yakin bahwa umat Kristen semula memindahkan kepada Yesus banyak mitos dan dengan demikian mengubah Yesus yang sebenarnya menjadi anak Allah, Allah, dan Juru selamat.  

Yesus yang sebenarnya menurut Reimarus adalah sebagai berikut; Yesus tampil sebagai Mesias politik yang memperjuangkan kebebasan politik bangsanya dari pendudukan Roma. Tetapi Ia gagal. Para murid tidak mau menerima kegagalan ini, dan sebagai gantinya para murid menciptakan apa yang disebut dengan penebusan rohani. Rasa malu yang diakibatkan kematian Yesus, ditutupi dengan mengarang cerita tentang kebangkitan. Akibatnya, Yesus yang sesungguhnya ditutupi oleh ajaran-ajaran para rasul. Yesus yang diterima oleh Reimarus adalah Yesus yang sebagai guru yang mengajar etika luhur. Yesus secara konsisten melaksanakan apa yang menjadi ajaran-Nya dan dengan demikian menjadi suatu teladan dan contoh bagi manusia sepanjang abad.

Sebagai tanggapan atas pemikiran ala Reimarus, Strauss, dan Baur, memancing reaksi dari seorang teolog reformasi dari Jerman yakni F. Schleiermacher. Teolog F. Schleiermacher mengkrtik rasionalisme mereka. Schleiermacher mengecam rasionalisme yang mereduksikan iman Kristen menjadi sebuah kebenaran rasional yang umum dan membuat Yesus menjadi seorang guru belaka. Ia mengkritik idealisme yang membuat Yesus menjadi suatu idea abstrak belaka. 

Menurut Schleiermacher, religiositas manusia bukan perkara otak dan pikiran melainkan perkara hati dan perasaan. Titik tolak pikiran Schleiermacher bukanlah Yesus dahulu historis, tetapi sikap dan rasa keagamaan aktual pada umat Kristen. Asal-usul rasa religius itu ialah Yesus dari Nazareth, pengalaman Yesus akan Allah. Dalam Yesus, pengalaman religius manusia memuncak, mencapai bentuk unggul, tak terulang dan tak teratasi. Dari pengalaman Yesus itu, berpancarlah pengaruh yang menciptakan kepercayaan Kristen. 

Dalam pengalaman Yesus, Allah menjadi nyata teralami secara unggul. Dengan demikian, dalam Yesus Kristus, Allah menjadi Juru Selamat manusia. Historitas Yesus menjadi pra-syarat mutlak bagi kepercayaan Kristen. Injil-injil bukanlah laporan hal ihwal Yesus, melainkan ungkapan dari cara umat Kristen awal memikirkan Yesus. Namun demikian, factum Yesus menjadi postulat bagi semua dogmata kristologis dan turut menjadi sasaran iman.

Schleiermacher membedakan Yesus historis dengan Kristus kepercayaan. Kristus kepercayaan ialah pengaruh Yesus yakni Yesus sebagai Urbild atau Yesus sebagai jembatan. Yesus historis memang menyebabkan iman, iman kemudian menciptakan gambar Yesus Kristus. Gambar yang berdasarkan pengaruh Yesus mengungkapkan hakikat terdalam Yesus sendiri yakni Yang Ilahi. Menurut Schleiermacher, kesadaran religius yang unggul pada Yesus bertepatan dengan kesadaran diri Yesus. Itulah yang namanya inkarnasi. 

Dan justru dalam pengalaman itu Yesus menjadi urbild atau jembatan dan sebab kesadaran religious Kristen yang juga bertepatan dengan kesadaran diri sebagai manusia. Schleiermacher mencoba memasang jembatan antara Yesus sebagai tokoh historis dan kepercayaan Kristen aktual. Sebagai tokoh historis, Yesus terbatas dalam waktu dan hilang lenyap. Ia tidak dapat menjadi penentu iman yang adalah pengalaman religius sepanjang masa. Jurang itu diatasi oleh Schleiermacher dengan menempatkan antara Yesus historis dan Kristus kepercayaan Kristen Yesus sebagai urbild yaitu pengaruh Yesus yang disalurkan melalui tradisi umat Kristen. Menurut kristologi Schleiermacher, yang tetap relevan bukanlah Yesus historis, melainkan pengaruh Yesus, Yesus sebagai urbild yakni pola dasar kepercayaan umat Kristen yang diselamatkan. 

Menurut Schleiermacher, Kristologi ini serentak soteriologi. Sebab tindakan penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus dan yang tetap dialami umat Kristen, menjadi inti pokok kristologinya. Tetapi hal-ihwal historis Yesus seperti kematian dan kebangkitan, dan diri historis Yesus tidak relevan lagi bagi umat beriman. Historitas Yesus hanya menjadi perandaian bagi kristologi/soteriologi Schleiermacher. Menurut Schleiermacher, Yesus historis tidak dapat disamakan dengan manusia lain atau tokoh religious lain. Kepercayaan Kristen berpangkal pada Yesus historis, dan merupakan hasil pengaruh Yesus dan kesan yang didapat oleh para pengikut Yesus.

Adapun sikap teologi Katolik terhadap alam pemikiran modern. Sebagai reaksi atas alam pemikiran modern, teologi katolik mengembangkan apologetika. Cabang teologi ini dimaksudkan untuk membela tradisi katolik terhadap rasionalisme, idealisme, historisisme, dan sebagainya. Dalam kerangka Apologetika itu, maka dihidupkan kembali filsafat/teologi zaman pertengahan khususnya dalam versi Thomas Aquinas. Paus Pius IX pada tahun 1864 menyatakan bahwa skolastik sesuai dengan zaman modern dan Paus Leo XIII pada tahun 1879 mewajibkan filsafat dan teologi Thomas Aquinas sebagai filsafat dan teologi resmi Gereja Katolik yang mesti diajarkan di semua sekolah teologi yakni seminari dan universitas katolik. Hal ini di perteguh kembali oleh Paus Pius X, Benediktus XV dan Paus Pius XI. Dalam rangka apologetika itu, berkembanglah kristologi dari bawah. Para apologet berusaha menggali Yesus historis dan dengan metode ilmu sejarah menyelidiki Perjanjian Baru. Mereka juga menulis riwayat hidup Yesus yang tujuannya adalah untuk mengimbangi riwayat hidup Yesus yang diterbitkan oleh para rasionalis dan para ahli teologi di kalangan reformasi. Adapun kesadaran bahwa metafisik Skolastik tidak sesuai lagi. Hal itu dirasakan oleh sejumlah pemikir katolik. Para pemikir Katolik merasa bahwa metafisik skolastik tidak sesuai lagi dengan alam pikiran modern.

Adapun pemikir-pemikir Katolik yang sangat berpengaruh dalam kristologi antaralain Rahner, Kasper, E. Schillebeeckx. Rahner mengembangkan kristologi skolastik Thomas Aquinas dan mengabungkan dengan alam pikiran modern. Dengan latar belakang itu, Rahner mengembangkan apa yang diistilahkan kristologi transcendental. Kristologi transendental ialah praandaian iman. 

Dalam mengembangkan kristologinya, Rahner mengatakan bahwa orang tidak dapat berpikir tentang Allah kalau tidak berpikir tentang manusia, dan orang tidak pernah berpikir tentang manusia, kalau tidak berpikir tentang Yesus Kristus. Rahner mengembangkan dua pendekatan terhadap Yesus Kristus yakni kristologi dari atas dan kristologi dari bawah. 

Dalam pendekatan Rahner, Yesus kristus di sebut sebagai penyataan atau penawaran diri Allah atau real symbol Allah, atau sakramen Allah. Menurut Rahner, Yesus Kristus juga disebut sebagai penyataan atau penyerahan diri manusia dan Yesus sebagai puncak mutlak dan tunggal umat manusia. Kasper mengembangkan kristologinya yang disebut kristologi dinamis. Menurut Kasper, Kristologi sebaiknya dimulai dari Alkitab. Dia juga mengatakan bahwa Allah dalam dirin-Nya adalah relasional. Dalam kristologi dinamis ini, diri atau persona oleh Kasper dipahami secara modern, dinamis, relasional, dan tidaklah statis. Menurut Schillebeeckx, Yesus historis sebagai titik pangkal kristologi perjanjian baru dan kristologi selanjutnya. Titik pangkal kristologi menurut Schillebeeckx adalah pengalaman abba dan pengalaman paskah.

Catatan Kristis untuk kristologi abad XIX-XX, Kristen reformasi abad XIX-XX, dan Kristen Katolik abad XIX-XX menurut hemat saya pendapat mereka berbeda-beda tetapi melengkapi satu sama lain. Memang harus diakui bahwa pembahasan atau pembicaraan tentang Yesus kristus dari zaman ke zaman tidak pernah berakhir secara tuntas. 

Yesus Kristus mesti dilihat dalam konteks zaman dimana seseorang atau manusia berada, artinya, iman akan Yesus senantiasa berubah dari zaman kezaman tergantung pihak subjek yang menanggapi iman akan Yesus tersebut. Relevansinya untuk saat ini menurut saya masih relevan. Saya mengambil contoh Kasper. Menarik bahwa Kasper menyatakan bahwa Allah di dalam diri-Nya adalah relasional. Pernyatan Kasper ini menurut hemat saya masih relevan dengan iman kita saat ini tentang Allah Tritunggal. Umat beriman Katolik sampai hari ini masih percaya akan Allah Tritunggal. Bahwa relasi Bapa, Putera, dan Roh kudus adalah inti iman kita sebagai orang-orang yang menerima pembaptisan baru dalam Kristus. Yesus juga pernah mengatakan kepada para murid-Nya; "Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku, baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus".

III. Kesimpulan

Pembicaraan mengenai Yesus Kristus selalu hangat dibicarakan dari zaman ke zaman. Tafsiran maupun gambaran tentang Yesus juga senantiasa berubah dari zaman ke zaman tergantung subjek yang menafsirkan. Hal ini terutama menyangkut hubungan anatara apa yang bersifat ilahi dengan apa yang bersifat insani di dalam pribadi Yesus Kristus. 

Bagaimana mungkin Dia yang adalah Allah benar dari Allah benar itu sekaligus manusia dan menaklukkan diri kepada kondisi hidup insani dan tampil dalam rupa insani. Inilah titik tolak mengapa orang dari segala zaman selalu menaruh minat untuk menggali dan mempertanyakan pribadi Yesus dari Nazareth itu. Namun demikian iman akan Yesus tetap tumbuh dari zaman ke zaman. Banyak orang mengakui bahwa Dialah Tuhan, dan memang benar Dia adalah sungguh-sunguh Tuhan yang memiliki ciri insani dan ciri ilahi. Bagi manusia tidak mungkin, namun bagi Allah sungguh mungkin, itulah Yesus yang kita Imani sekarang ini di suatu sisi sebagai Tuhan, namun di sisi lain sebagai manusia.

Daftar Pustaka

 

 Pasi Gregorius, SMM, Diktat kristologi, Tentang Kritologi Abad Pertengahan.

Dister Syukur Niko, Teologi Sistematika, Ekonomi Keselamatan, Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Boff Leonardo, Allah Persekutuan, Ajaran tentang Allah Tritunggal, Maumere: Ledalero, 1999.

Lohse Bernhard, Epochen der Dogmengeschichte, di terjemahkan oleh A. A Yewangoe, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1989, hlm, 91.

Sutadi L, Diktat Kristologi 2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun