SOSIALISASI AWAL
Â
Keluarga sebagai Proses Sosialisasi Awal dan Pertama. Dalam keluarga saya telah diantar untuk dapat mengenal hal-hal mendasar sebagai seorang manusia. sekurang-kurangnya, saya telah belajar untuk dapat  berpakaian, belajar makan, belajar berbicara, belajar menghargai sesama manusia, belajar memahami lingkungan dan alam sekitar, serta belajar untuk memahami banyak hal lainnya di dunia ini. Keluarga dapat dikatakan sebagai persiapan bagi saya untuk dapat masuk dalam kehidupan manusia. Kehidupan yang mencakup relasi antara sesama manusia, lingkungan, maupun alam ciptaan. Dalam keluarga, saya juga dapat belajar tentang bagaimana cara untuk dapat bertahan dalam hidup ini dengan berusaha semaksimal mungkin. Saya diajarkan oleh orang tua tentang nilai-nilai baik dalam hidup misalnya menghormati orang lain, bertutur kata yang baik, dan berbuat baik dengan semua orang.Â
Di samping itu, hal yang paling kuat mempengaruhi saya hingga saat ini ialah tentang hidup sederhana. Kesederhanaan hidup telah banyak ditanamkan dan saya pelajari dalam keluarga. Apalagi, keluarga saya sangat mengedepankan dan menekankan hal ini. Dengan demikian, saya pun turut dipengaruhi juga dengan lingkungan keluarga demikian.Â
Di samping itu, keluarga juga telah menghantar saya untuk menyadari emosi yang ada dalam diri saya. Ketika berada jauh atau ditinggal pergi oleh orang tua misalnya, saya merasakan perasaan sedih yang besar dan mendalam. Sebaliknya, berada dekat bersama kedua orang tua membuat saya mendapatkan kenyamanan dan kehangatan. Saya merasakan suatu kelekatan emosional yang tinggi. Hal ini tentu saja telah menjadi suatu titik awal bagi saya untuk terus melangkah sebagai manusia dengan setumpuk emosi yang dimiliki.Â
Penanaman nilai-nilai religius juga telah berlangsung dalam keluarga saya. Kedua orang tua saya secara khusus memperhatikan hal ini bagi kami anak-anak. Kedua orang tua saya selalu mengajak saya bersama saudara-saudara saya untuk selalu mengikuti perayaan ekaristi dan juga doa-doa di lingkungan. Meskipun, dalam mengikuti ajakan tersebut saya kurang memberikan perhatian, namun segala pengalaman tersebut membuat saya semakin memperdalam penghayatan iman saya dan terutama membuat saya lebih mudah untuk dapat masuk di seminari.Â
Keluarga telah memberikan banyak hal positif dalam perkembangan saya sebagai manusia. Salah satunya ialah berkaitan dengan kehidupan religius. Keluarga saya telah menanamkan dengan sangat kuat dalam diri saya tentang betapa sangat pentingnya beriman kepada Tuhan. Lebih jauh lagi, keluarga saya juga menanamkan tentang betapa tingginya dan luhurnya panggilan hidup kaum religius dalam Gereja Katolik. Hal ini pun dikemudian hari menjadi titik awal yang mendorong saya untuk dapat masuk di seminari menengah.
Teman Sebaya sebagai Suatu bentuk Relasi Sosial .
Seiring dengan bertambahnya usia, saya pun mulai memasuki suatu dunia yang baru yakni dunia teman sebaya. Dalam masa-masa ini, saya mengalami begitu banyak perubahan dalam diri saya terutama berkaitan dengan relasi. Relasi saya tidak lagi begitu "dekat" dengan keluarga. Hal ini terutama karena saya lebih banyak berada di luar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman.Perkembangan saya dalam tahap ini tentu saja berbeda ketika saya masih berada di tengah-tengah keluarga.Â
Dalam tahap ini saya lebih banyak menjalin relasi dengan orang-orang yang berada di luar lingkungan keluarga. Perubahan relasi ini dapat dikatakan sebagai tahap awal perkenalan saya dengan masyarakat (lingkungan yang lebih luas). Saya tidak lagi hanya mengenal pribadi-pribadi dalam keluarga saya, melainkan juga mengenal pribadi-pribadi yang berada di luar lingkungan keluarga saya. Hal ini tentu saja semakin memperkaya pemahaman dan pengalaman saya. Pergaulan saya yang semakin luas ini menuntut saya untuk belajar menjadi seorang yang mandiri.Â