Saya penasaran dengan pelayan café yang ngantar kopi ke meja 54. Apakah Rangga? Siapa pun itu harus diselidiki. Kuncinya juga ada di sini.
Mengenai escape plan, saya rasa pelaku gak mau repot-repot ngangkut jenazah. Kalo ceroboh, malah bisa kepergok orang. Jatuhkan aja kesalahan pada orang yg ada di situ.
Ada pertanyaan: kenapa J yang dituduh?
Saya kira J lagi pas apes karena justru bukti-bukti gak langsung yang memberatkan dia.
1. Reaksi dia di TKP. Lempeng! Fantasi orang kita kan cuma fantasi sinetron, musti histeris dan panik, jerit-jerit, banjir air mata, kalo perlu naik ke atas menara, kalo ada kawan sekarat. Kalo reaksi beda, berarti ada apa-apa. Gak bisa mikir bahwa ada sebagian orang rada telmi saat mengalami kejadian kayak gini.
2. J ikut sampe RS Abdi Waluyo, tapi dia gak stay di sana sampe semua proses selesai. Dia malah nelpon papanya minta jemput dan pulang.
3. Buang celana yang dipake di TKP. Ini ngehek sebetulnya. Gak penting banget.
4. Dia muncul di rumah duka, tapi gak datang ke pemakaman. Alasannya, dia dengar rumor gak enak yang mengarah ke dia soal kematian M. Kata Tante korban yang sempat ngobrol dengannya pas berkunjung ke rumah duka, si tante dengar dari H kalo ada kawan M yang lama duduk di café, mungkin naruh sesuatu ke dalam kopi. J salah tingkah, memutuskan untuk gak hadir di pemakaman daripada mati kena panah pandangan curiga anggota keluarga. Yeee…
4. J keluar dari grup WA gak lama setelah kejadian, dan ngapus semua chat yang ada M-nya.
5. J gak nunjukin air mata. Saya gak bilang dia gak nangis. Barangkali dia nangis saat semua orang lagi gak liat.
Saya punya pengalaman kawan kuliah meninggal. Hampir semua kawan ngelayat, padahal beda kota. Cuma saya yang enggak. Saya juga gak nunjukin duka kehilangan dia. Apa saya yang bunuh kawan? Hahahaha. Enggaklah. Seminggu setelah pemakaman, pas lagi liat foto-fotonya, barulah saya jatuh dalam duka. Dan itu juga pas lagi sendirian.