Membaca buku Peter Carey, pemberontakan besar diawali dengan banyak peristiwa. Masalah pajak, cukai, wabah kolera, letusan Gunung Merapi, gagal panen padi.
Di bawah Dandles, dibangun infrastruktur yakni jalan raya trans Jawa (posweg) antara Anyer (ujung barat)-Panarukan (timur). Ini menimbulkan masalah perburuhan (kuli).
Di masa Raflles, ada vaksinasi cacar, tapi kemudian ada penyerbuan ke dalam Keraton Yogyakarta dan terjadilah banyak penjarahan.
Di masa Daendles dan Raffles, tulis Peter Carey, Jawa diombang ambingkan. Perang Diponegoro berakhir dan berlanjut dengan Tanam Paksa. Kekayaan Nusantara mengalir deras ke Belanda.
Baru 115 tahun kemudian, Bung Karno dan Bung Hatta di depan corong mikropon mengumandangkan Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945 yang kini berusia 76 tahun (lebih muda dibanding dengan gabungan masa atau waktu pemerintahan Belanda, Perancis, Inggris dan Jepang di Nusantara)
Sebelum pecah perang Pangeran banyak bermeditasi, bertirakat. Setelah perang, Pangeran kembali banyak meditasi di Benteng Belanda Nieuw Amsterdam di Manado (1830 -1833).
Di sini Pangeran menulis Babad Diponegoro yang tercatat menjadi bagian sejarah dunia yang tak terlupakan.
Tanggal 18 Juni 2013, PBB memasukkan Babad Diponegoro dalam Daftar Internasional Ingatan Kolektif Dunia.
Dari Manado, pengasingan Diponegoro dan sebagian keluarganya dipindahkan ke Benteng Rotterdam Makassar (1833 -185). Ia melanjutkan meditasinya hingga wafatnya.
Energi meditasi Sang Pangeran masih terus membayangi hidup yang penuh misteri, hingga kini.
Gaib atau misteri apalagi yang akan dibawa Pangeran Diponegoro untuk masa kini?