Mohon tunggu...
Oryza ZativaWulandari
Oryza ZativaWulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Sultan Agung

Mahasiswi S1 Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlindungan Hukum bagi Korban Pelecehan Seksual dalam Hukum Pidana dalam Islam

18 Maret 2023   12:45 Diperbarui: 18 Maret 2023   13:13 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika seorang laki-laki memaksa perempuan untuk melakukan perzinahan, maka ia dijatuhkan had.  Dan ia (perempuan) tidak dijatuhkan had karena ia dipaksa.  Perempuan yang jadi korban  pun mendapatkan mahar mitsil (yaitu mahar yang nilai nominalnya ditentukan oleh besarnya mahar dalam keluarga pihak perempuan).

Dan nasabnya ditentukan oleh laki-laki tersebut jika perempuan itu hamil, dan masa iddah juga berlaku baginya. (Abdur Rahman Al-Jaziri, al-Fiqh ala Madzahib al-Arba'ah, Juz 5 hal. 87)

Jadi, menurut Madzhab Syafi'i, seorang pemerkosa harus dihad (disanksi). Dan ini disesuaikan dengan statusnya, jika ia seorang laki-laki yang sudah beristri, maka ia  adalah seorang pezinah yang harus dirajam sampai mati. Jika ia belum menikah, maka ia terkena had ghair muhson, yang mana ia akan dijilid atau dicambuk sejumlah 80 kali.

Hukum fikih ini disesuaikan dengan hukum negara yang berlaku. Namun disarankan, jika laki-laki pemerkosa laki-laki itu biadab dan tidak bermoral, maka perempuan tersebut tidak boleh menikah dengannya. Karena dia takut jatuh dari tangga, dia merasa kasihan padanya. Mencegah perzinahan atau pemerkosaan adalah praktik Syekh Al-Dairabi, di mana ia dikenal karena praktiknya yang efektif.

Para ulama telah bersepakat diberlakukannya hadd bagi pelaku pemerkosaan apabila terdapat bukti yang mewajibkan baginya had atau si pelaku mengakui perbuatannya. Jika tidak memenuhi dua hal tersebut (adanya bukti atau pengakuan ), maka baginya hukuman (ta'zir, yakni diasingkan).

Dan Tidak ada hukuman bagi pihak perempuan, apabila terbukti  ia tidak menginginkannya dan dipaksa. Yang demikian bisa diketahui dengan jerita, permintaan tolongnya, dan teriakannya. Namun jika ia merupakan wanita perawan, maka bisa diketahui dengan melihat darahnya atau aspek lainnya yang bisa mengindiksikannya.

Penulis :

1. Oryza Zativa Wulandari (Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

2. Dr. Ira Alia Maerani, S.H.,M.H (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun