Mohon tunggu...
Oryza ZativaWulandari
Oryza ZativaWulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Sultan Agung

Mahasiswi S1 Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlindungan Hukum bagi Korban Pelecehan Seksual dalam Hukum Pidana dalam Islam

18 Maret 2023   12:45 Diperbarui: 18 Maret 2023   13:13 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat ini, pelecehan dan kekerasan seksual datang dalam berbagai bentuk. Terkadang bentuk itu hanyalah sekilas atau sentuhan visual yang mengandung unsur fahisyah (tabu) seperti mencium, menyentuh atau menyentuh lawan jenis atau alat kelamin seseorang dan ditunjukkan pada kelompok tertentu dan bahkan mungkin dalam bentuk tulisan atau suara. Kategori pelecehan seksual mencakup beberapa kasus dimana perselingkuhan tertarik pada orang-orang terhormat, seperti pesan teks atau obrolan cabul.

Komnas Perempuan mencatat ada 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi pada bulan Januari-Juli 2021. Jumlah ini melampaui rekor 2020 yang tercatat 2.400 kasus. Kasus tersebut melebihi total kasus tahun sebelumnya. Total kasus pada 2020 tersebut meningkat hingga 68% dibandingkan 2019.

Perbuatan cabul dalam KUHP diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303). Misalnya perbuatan cabul yang dilakukan laki-laki atau perempuan yang sudah menikah (Pasal 284), perkosaan (Pasal  285), atau membujuk anak dibawah umur untuk melakukan perbuatan cabul (Pasal 293).

Setiap pasal memiliki ketentuan dan hukum pidana yang sesuai. Pasal 281 diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan  atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, berbunyi : barangsiapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan. 

Siapa yang dengan sengaja dan di depan orang lain berada disana bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Pasal 285 menyatakan bahwa siapa saja yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa seorang wanita bersetubuh dengannya di luar perkawinan dapat dituduh melakukan tindak perkosaan dengan hukuman penjara paling lama 12 tahun.

Pasal 286 menyatakan bahwa barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan tidak sadarkan diri atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 289 dari Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa siapapun yang menggunakan paksaan atau ancaman kekerasan untuk memaksa seseorang melakukan atau mengizinkan tindakan tidak senonoh bertanggung jawab atas pencemaran nama baik mendapat ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.

Menurut pasal 292 menyatakan orang yang sudah cukup umur melakukan perbuatan tidak senonoh dengan orang lain yang berjenis kelamin sama yang diketahuinya atau patut diduganya masih dalam umur yang sah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 290 KUHP, yang ancaman hukumannya paling lama 7 tahun penjara, yang berbunyi :

"Barangsiapa melakukan perbuatan cabul kepada seseorang, padahal ia mengetahui bahwa orang itu tidak sadarkan diri atau tidak berdaya. Barangsiapa melakukan perbuatan asusila dengan seseorang, jika ia mengetahui atau patut diduga bahwa umurnya belum genap 15 tahun atau umurnya belum jelas, maka ia belum siap untuk menikah"

Pelecehan Seksual dalam Hukum Islam

Perilaku keji ini sudah marak sepanjang zaman. Di zaman Rasulullah Saw sendiri juga pernah terjadi kejadian semacam ini. Ada banyak hadis yang meriwayatkan nya, diantaranya adalah hadis yang ditransmisikan oleh Ali  bin Hujr :

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا مَعْمَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الرَّقِّيُّ، عَنْ الْحَجَّاجِ بْنِ أَرْطَاةَ، عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: ” اسْتُكْرِهَتِ امْرَأَةٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَرَأَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَدَّ، وَأَقَامَهُ عَلَى الَّذِي أَصَابَهَا، وَلَمْ يُذْكَرْ أَنَّهُ جَعَلَ لَهَا مَهْرًا “

Dari 'Abdul Jabbar bin Waail bin Hujr, dari ayahnya ia berkata : "Ada seorang wanita diperkosa di jaman Rasulullah Saw. lalu beliau membebaskan dari hadd, namun menegakakkannya bagi si pelaku pemerkosaan. Beliau tidak menyebutkannya bahwa laki-laki itu memberikan mahar padanya" (HR. Imam Al-Tirmidzi no. 1453 hal.56) 

Bahkan dalam hadis sunan al-Tirmidzi yang no. 1454, diriwayatkan ada seorang perempuan yang hendak sholat di masjid, diperkosa oleh seorang laki-laki. Jadi, hatta seorang perempuan sudah menutup diri, tidak menutup kemungkinan ia aman dari pemerkosaan.

Namun ia tetap harus memakainya, dan mereka yang menyembunyikan diri mereka beresiko diperkosa, terutama mereka yang memperlihatkan bagian pribadi mereka dengan jelas, itu hanya membutuhkan usaha dari pria juga. Wanita tidak mudah memicunya, ketika otak pria dipelintir, pemerkosaan cenderung terjadi. Jadi kamu harus fokus, laki-laki harus melindungi matanya dan perempuan harus menutupi auratnya.

Peristiwa pemerkosaan ini juga pernah terjadi pada masa para Sahabat, tepatnya dibawah kepemimpinan Amirul mukminin Sayyidina Umar bin Khattab. Berikut teksnya :

نافع مولى ابن عمر -رضي الله عنهما- «أنَّ صفِيَّة بنتَ أبي عُبيدٍ  أخبَرتهُ: أنَّ عبداً من رقيقِ الإمارةِ وَقَعَ عَلى وليدةٍ من الْخُمُسِ، فاستَكرَهها حتى اقتَضَّها فَجلَدَهُ عمر [الحدَّ ونفاه] ، ولم يَجلدْها من أجل أنه استَكرَهها».

Dari Nafi' maulanya ibnu umar, Bahwa Shafiyyah bin Abi Ubaid mengkabarkan: "ada seorang budak laki-laki memperkosa  budak perempuan, maka Khalifah Umar menghukumnya dengan cambukan, dan tidak menghukum si perempuan sebab dia di paksa ". (Ibnu al-Atsir, Jami' al-Ushul  Juz 3 hal. 503).

Hukuman pelaku pelecehan seksual dalam islam :

 

Mengenai hukuman atau sanksi pelaku pelecehan seksual dalam Islam kita harus melihat ke Madzhab Syafi'i. Menurut Syafi'iyah, lelaki pemerkosa wajib memberikan mahar (mitsil) atas apa yang diperbuatnya. Dan juga ada beberapa turunan hukum lainnya yang dikenakan bagi pelaku.

Jika seorang laki-laki memaksa perempuan untuk melakukan perzinahan, maka ia dijatuhkan had.  Dan ia (perempuan) tidak dijatuhkan had karena ia dipaksa.  Perempuan yang jadi korban  pun mendapatkan mahar mitsil (yaitu mahar yang nilai nominalnya ditentukan oleh besarnya mahar dalam keluarga pihak perempuan).

Dan nasabnya ditentukan oleh laki-laki tersebut jika perempuan itu hamil, dan masa iddah juga berlaku baginya. (Abdur Rahman Al-Jaziri, al-Fiqh ala Madzahib al-Arba'ah, Juz 5 hal. 87)

Jadi, menurut Madzhab Syafi'i, seorang pemerkosa harus dihad (disanksi). Dan ini disesuaikan dengan statusnya, jika ia seorang laki-laki yang sudah beristri, maka ia  adalah seorang pezinah yang harus dirajam sampai mati. Jika ia belum menikah, maka ia terkena had ghair muhson, yang mana ia akan dijilid atau dicambuk sejumlah 80 kali.

Hukum fikih ini disesuaikan dengan hukum negara yang berlaku. Namun disarankan, jika laki-laki pemerkosa laki-laki itu biadab dan tidak bermoral, maka perempuan tersebut tidak boleh menikah dengannya. Karena dia takut jatuh dari tangga, dia merasa kasihan padanya. Mencegah perzinahan atau pemerkosaan adalah praktik Syekh Al-Dairabi, di mana ia dikenal karena praktiknya yang efektif.

Para ulama telah bersepakat diberlakukannya hadd bagi pelaku pemerkosaan apabila terdapat bukti yang mewajibkan baginya had atau si pelaku mengakui perbuatannya. Jika tidak memenuhi dua hal tersebut (adanya bukti atau pengakuan ), maka baginya hukuman (ta'zir, yakni diasingkan).

Dan Tidak ada hukuman bagi pihak perempuan, apabila terbukti  ia tidak menginginkannya dan dipaksa. Yang demikian bisa diketahui dengan jerita, permintaan tolongnya, dan teriakannya. Namun jika ia merupakan wanita perawan, maka bisa diketahui dengan melihat darahnya atau aspek lainnya yang bisa mengindiksikannya.

Penulis :

1. Oryza Zativa Wulandari (Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

2. Dr. Ira Alia Maerani, S.H.,M.H (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun