2. Pragmatisme: Melihat nilai sebagai alat untuk memecahkan masalah praktis, sehingga menghubungkan "is" dan "ought" melalui konsekuensi praktis.
3. Teori evolusioner: Menunjukkan bahwa nilai-nilai moral mungkin telah berkembang sebagai adaptasi evolutif, sehingga memberi dasar alamiah pada etika.
4. Fenomenologi: Berpendapat bahwa pengalaman langsung kita tentang dunia sudah mengandung elemen normatif.
Implikasi dan Tantangan Kontemporer
Dikotomi is-ought memiliki implikasi luas:
1. Kebijakan publik: Bagaimana kita menentukan kebijakan yang "seharusnya" ada berdasarkan fakta-fakta yang "ada"?
2. Teknologi dan etika: Dalam era AI dan bioteknologi, bagaimana kita menjembatani antara apa yang secara teknis mungkin dan apa yang secara etis diinginkan?
3. Krisis lingkungan: Fakta-fakta ilmiah tentang perubahan iklim menimbulkan pertanyaan tentang apa yang seharusnya kita lakukan.
4. Keadilan sosial: Bagaimana kita bergerak dari pengakuan ketidaksetaraan yang ada menuju visi masyarakat yang lebih adil?
Kesimpulan: Menuju Sintesis
Meskipun jurang antara "apa yang ada" dan "apa yang seharusnya ada" tetap menjadi tantangan filosofis, upaya untuk menjembataninya telah memperkaya pemahaman kita tentang etika, nilai, dan hubungan kita dengan dunia.