Mohon tunggu...
Oreki Houtaro
Oreki Houtaro Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sumber Hukum Islam

21 Juni 2023   14:01 Diperbarui: 21 Juni 2023   14:07 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan sudut pandang kesepakatan ulama, klasifikasi sumber hukum dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu:

1. Sumber hukum yang telah disepakati oleh seluruh ulama, dalam hal ini adalah Al-Qur'an dan Hadits.

2. Sumber hukum yang telah disepakati oleh mayoritas (jumhur) ulama, dalam hal ini adalah Ijma' dan Qiyas.

3. Sumber hukum yang menjadi perdepatan para ulama, dalam hal ini adalah Istihsan, Mashlahah Mursalah, Urf, Istishhab, Syar'u Man Qoblana, Madzhab Shahabi, dan Sad Dzari'ah.

Berikut akan diuraikan sumber hukum Islam secara rinci:

1. Al-Quran

Al-Qur'an merupakan sumber hukum yang asas, bahkan ditegaskan, tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun, kecuali petunjuknya terdapat dalam Al-Qur'an. untuk memahami hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya haruslah orang yang memiliki kepakaran dalam berbagai bidang, terutama menyangkut Ulumul Qur'an. Dalam hal ini Imam Syafi'i mengkategorikan lafaz dari segi dilalah-nya ayat-ayat Al-Qur'an terbagi menjadi dua bagian.

Pertama, bentuk ayat yang jelas maksudnya tidak memerlukan ta'wil (penafsiran), dan juga tidak memerlukan ijtihad dan penjelasan selain Al-Qur'an itu sendiri, seperti perkara-perkara yang diwajibkan, (salat, zakat, haji puasa dan lain-lain), dan perkara-perkara yang diharamkan, contoh zina, minum khamar, makan bangkai, semua ini sudah dijelaskan dalam Al-Qur'an.

Kedua, bentuk ayat yang memerlukan penafsiran dan penjelasan. Dalam hal ini Allah memberikan hak sepenuhnya kepada Rasulullah untuk mentafsirkan, menjelaskan maksud ayat al-Qur'an, seperti tata cara salat, bilangan salat, waktu salat, mengeluarkan zakat. Terdapat juga bentuk ayat yang memerlukan penafsiran melalui ijtihad. Hal ini berlaku kepada siapa saja yang mampu memenuhi kriteria sebagai seorang mujtahid. Di sini peranan Nabi Muhammad dan umatnya untuk mampu menggali khazanah dan rahasia keilmuan yang terkandung dalam al-Qur'an.

2. Hadits

Ulama sepakat tentang kedudukan hadits sebagai dalil untuk menggali hukum dan berfungsi sebagai penjelas Al-Qur'an, karena ayat yang terkandung dalam Al-Qur'an ada yang berbentuk qat'i dalalah (jelas maksudnya) dan ada yang berbentuk zanni dalalah (tidak jelas maksudnya).

Peranan hadits dalam hal ini sangat penting, yakni untuk menjelaskan makna dan maksud dari ayat Al-Qur'an. Namun tidak semua hadits dapat diterima sebagai hujjah. Karena itu kalangan ini berbeda pendapat dalam menilai kesahihan hadits. Dilihat dari sanadnya, hadits itu terbagi menjadi mutawatir dan ahad.

Hadits atau sunnah terbagi menjadi tiga:

a.Sunnah Qauliyah

Sunnah Qauliyah yaitu perkataan Nabi SAW, yang menerangkan hukum-hukum agama dan maksud isi Al-Qur'an serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan juga menganjurkan akhlak yang mulia.

b. Sunnah Fi'liyah.

Sunnah Fi'liyah yaitu perbuatan Nabi SAW yang menerangkan cara melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudlu, shalat dan sebagainya.

c. Sunnah Taqririyah.

Sunnah Taqririyah yaitu bila Nabi SAW mendengar sahabat mengatakan sesuatu perkataan atau melihat mereka memperbuat sesuatu perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi SAW dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang demikian dinamai sunnah ketetapan Nabi (taqrir).

3. Ijma'

Ijma' menurut bahasa, artinya sepakat, setuju atau sependapat, sedang menurut istilah ialah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad sesudah wafatnya nabi Muhammad SAW pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum). Ijma' itu menjadi hujjah (pegangan) dengan sendirinya di tempat yang tidak didapati dalil (nash), yakni Al-Qur'an dan Hadits, dan tidak menjadi ijma' kecuali telah disepakati oleh seluruh Ulama Islam, dan selama tidak menyalahi nash yang qath'i (Al-Qur'an dan Hadits).

Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa nilai kehujjahan ijma' ialah dzanni, bukan qath'i. Oleh karena nilai ijma' itu dzanni, maka ijma' itu dapat dijadikan hujjah (pegangan) dalam urusan amal, bukan dalam urusan itiqad, sebab urusan itiqad itu mesti dengan dalil yang qath'i. Ijma' tidak dipandang sah kecuali mempunyai sandaran yang kuat, sebab ijma' itu bukan dalil yang berdiri sendiri.

Ijma' ulama itu dibagi menjadi dua:

a. Ijma' qauli (ucapan) yaitu ijma' dimana para ulama ijtihad menetapkan pendapatnya baik dengan lisan maupun dengan tulisan yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain dimasanya. Ijma' ini disebut juga ijma' qath'i.

b. Ijma' sukuti (diam) ialah ijma' dimana para ulama ijtihad berdiam diri tiada mengeluarkan pendapatnya atas mujtahid lain dan diamnya itu bukan karena takut atau malu. Ijma' ini disebut juga ijma' dzanni.

4. Qiyas

Qiyas menurut bahasa artinya mengukur sesuatu dengan jelas lainnya dan mempersamakannya. Menurut istilah qiyas ialah menetapkan sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan adanya persamaan diantara keduanya. Qiyas menurut para Ulama adalah sumber hukum yang keempat sesudah Al-Qur'an, Hadits dan Ijma'.

Rukun qiyas ada empat:

a. Ashal (pangkal) yang menjadi ukuran/ tempat menyerupakan (musyabbah bih = tempat merupakan).

b. Far'un (cabang), yang diukur (musyabbah yang diserupakan).

c. 'Illat, yaitu sifat yang menghubungkan pangkal dan cabang.

d. Hukum, yang ditetapkan pada far'un sesudah tetap pada ashal.

5. Istihsan

Sebagai sumber hukum istihsan masih menjadi perdebatan di kalangan para ulama, meskipun dari segi makna bahasa dapat diterima. Ada sejumlah pertentangan luar biasa dari sejumlah ulama untuk istihsan yang dijadikan sebagai sumber hukum.

Pengertian istihsan dari segi bahasa adalah menyatakan dan meyakini baiknya sesuatu, seperti perkataan seseorang: "Saya meyakini sesuatu itu baik atau buruk", atau "mengikuti sesuatu yang terbaik" atau "mencari yang lebih baik, karana perkara itu diperintahkan oleh agama."Pengertian etimologi di atas menunjukkan bahwa ahli hukum berhadapan dengan dua persoalan yang sama-sama memiliki kebaikan. Namun begitu ada kecenderungan untuk memilih salah satu diantara keduanya karena dianggap lebih baik untuk diamalkan.

6. Urf

Kata urf secara etimologi berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat. Adapun secara terminologi istilah urf berarti sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik, berupa perbuatan atau perkataan.

Urf baik berupa perbuatan maupun perkataan terbagi kepada dua macam:

a. Urf Aam (adat kebiasaan umum), yaitu adat kebiasaan mayoritas dari berbagai negeri di satu masa.

b. Urf Khas (adat kebiasaan khusus), yaitu adat istiadat yang berlaku pada masyarakat atau negeri tertentu.

Di samping pembagian di atas, urf dibagi pula kepada:

a. Adat kebiasaan yang benar, yaitu suatu hal baik yang menjadi kebiasaan suatu masyarakat, namun tidak sampai menghalalkan yang haram dan tidak pula sebaliknya.

b. Adat kebiasaan yang fasid (tidak benar), yaitu sesuatu yang menjadi adat kebiasaan yang sampai menghalalkan yang diharamkan Allah.

7. Mashlahah Mursalah

Secara etimologis kata mashlahah memiliki makna baik, cocok, selaras, berguna. Sementara secara istilah, para ulama ushul mendefinsikan maslahlah sebagai istilah tentang mengambil manfaat atau menolak madharat (bahaya). Dan tidak memberikan pahaman makna terhadapnya, bahwa menarik manfaat dan mencegah madharat merupakan tujuan (maqasid) dan kebaikan makhluk dalam memperoleh tujuan-tujuan mereka, tetapi yang dimaksudkan dengan kemaslahatan (maslahat) adalah menjaga maksud (tujuan) syara'. Para ulama telah bersepakat berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, bahwa syariat yang diturunkan oleh Allah SWT bertujuan dan mengandung kemaslahatan bagi manusia di dalam mengatur kehidupanya di dunia ini. Hal tersebut banyak ditegaskan oleh allah di dalam alqur'an. Maslahat Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Manusia terbagi tiga:

a. Maslahah Dharuriyah

Dharuriyat adalah sesuatu yang menjadi keharusan dan kedaruratan bagi kehidupan manusia.

b. Maslahah Hajjiyah

Hajiyat maknanya adalah kebutuhan, yaitu sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.

c. Maslahah Tahsiniyah

Tahsiniyat adalah hiasan, sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka untuk memperelok dan mempercantik kehidupannya.

8. Istishhab

Para ahli ushul fiqh mendefinisikan istishab dengan berlakunya sesuatu pada waktu kedua yang demikian pernah berlaku pada waktu pertama selama tidak ada yang patut untuk mengubahnya.
Muhammad Abu Zahrah menyebutkan empat macam istishhab, seperti berikut:
a. Istishab al-bara'ah al-ashliyyah
b. Istishab yang diakui eksistensinya oleh syara' dan akal.
c. Istishab hukum.
d. Istishab sifat.
Pada umumnya ulama ushul fiqh menempatkan istishhab sebagai dalil hukum, kecuali dalam beberapa bentuk istishhab. Istishhab dalil akal hanya diakui oleh ulama Mu'tazilah, dalam hal istishhab sifat ulama Hanafiah hanya memberlakukannya untuk mempertahankan hukum yang ada dan menolaknya untuk menetapkan hukum baru.

9. Syar'u Man Qablana

Yang dimaksud dengan syar'u man qablana ialah syariat atau ajaran nabi-nabi sebelum Islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syariat Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa a.s. Apakah syariat-syariat yang diturunkan kepada mereka itu berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad SAW. Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa syariat para nabi terdahulu yang tidak tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah, tidak berlaku lagi bagi umat Islam, karena kedatang an syariat Islam telah mengakhiri berlakunya syariat-syariat terdahulu. Demikian pula para ulama ushul fiqh sepakat, bahwa syariat sebelum Islam yang dicantumkan dalam berlaku bagi umat Islam bilamana ada ketegasan bahwa syariat itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad SAW, namun keberlakuannya itu bukan karena kedudukannya sebagai syariat sebelum Islam tetapi karena ditetapkan oleh Al-Qur'an.

10. Madzhab Shahabi

Yang dimaksud dengan madzhab Shahabi ialah pendapat sahabat Rasulullah SAW tentang suatu kasus di mana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Adapun yang dimaksud dengan sahabat Rasulullah adalah setiap orang Muslim yang hidup bersama Rasulullah. pendapat sahabat terbagi ke dalam empat kategori sebagai berikut:

a. Fatwa sahabat yang bukan merupakan hasil ijtihad.

b. Fatwa sahabat yang disepakati secara tegas di kalangan mereka dikenal dengan ijma' sahabat.

c. Fatwa sahabat secara perorangan yang tidak mengikat sahabat yang lain.

d. Fatwa sahabat secara perorangan yang didasarkan oleh ra'yu dan ijtihad.

 

11. Sad Dzari'ah

Sad Dzari'ah di kalangan ahli ushul diartikan sesuatu yang menjadi perantara atau jalan pada sesuatu yang lain. Dari pengertian tersebut dapat diketahuI bahwa Sad Dzari'ahadalah menutup (mencegah) wasilah atau perbuatan yang dilakukan seseorang sebelumya mengandung kemaslahatan, tetapi berakhir dengan suatu kerusakan (mafsadah). Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Sad Dzari'ah dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum.

Endnote

[1] Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Penerbit Kencana)

[2] Agus Miswanto, Ushul Fiqh, (Penerbit Magnum Pustaka)

[3] Ramli, Ushul Fiqh, (Penerbit Nuta Media)

[4] Rohim, Ushul Fiqh, ( Penerbit LPPM)

Oleh Kelompok 4 Mata Kuliah Sejarah Hukum Islam, Institut Agama Islam Darussalam Martapura.

Ahmad Syamli Anwar NPM : 22.11.1309

Muhammad Amin NPM :  22.11.1347

Muhammad Iqbal Yanuar NPM : 22.11.1327

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun