Secara etimologis kata mashlahah memiliki makna baik, cocok, selaras, berguna. Sementara secara istilah, para ulama ushul mendefinsikan maslahlah sebagai istilah tentang mengambil manfaat atau menolak madharat (bahaya). Dan tidak memberikan pahaman makna terhadapnya, bahwa menarik manfaat dan mencegah madharat merupakan tujuan (maqasid) dan kebaikan makhluk dalam memperoleh tujuan-tujuan mereka, tetapi yang dimaksudkan dengan kemaslahatan (maslahat) adalah menjaga maksud (tujuan) syara'. Para ulama telah bersepakat berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, bahwa syariat yang diturunkan oleh Allah SWT bertujuan dan mengandung kemaslahatan bagi manusia di dalam mengatur kehidupanya di dunia ini. Hal tersebut banyak ditegaskan oleh allah di dalam alqur'an. Maslahat Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Manusia terbagi tiga:
a. Maslahah Dharuriyah
Dharuriyat adalah sesuatu yang menjadi keharusan dan kedaruratan bagi kehidupan manusia.
b. Maslahah Hajjiyah
Hajiyat maknanya adalah kebutuhan, yaitu sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.
c. Maslahah Tahsiniyah
Tahsiniyat adalah hiasan, sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka untuk memperelok dan mempercantik kehidupannya.
8. Istishhab
Para ahli ushul fiqh mendefinisikan istishab dengan berlakunya sesuatu pada waktu kedua yang demikian pernah berlaku pada waktu pertama selama tidak ada yang patut untuk mengubahnya.
Muhammad Abu Zahrah menyebutkan empat macam istishhab, seperti berikut:
a. Istishab al-bara'ah al-ashliyyah
b. Istishab yang diakui eksistensinya oleh syara' dan akal.
c. Istishab hukum.
d. Istishab sifat.
Pada umumnya ulama ushul fiqh menempatkan istishhab sebagai dalil hukum, kecuali dalam beberapa bentuk istishhab. Istishhab dalil akal hanya diakui oleh ulama Mu'tazilah, dalam hal istishhab sifat ulama Hanafiah hanya memberlakukannya untuk mempertahankan hukum yang ada dan menolaknya untuk menetapkan hukum baru.
9. Syar'u Man Qablana
Yang dimaksud dengan syar'u man qablana ialah syariat atau ajaran nabi-nabi sebelum Islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syariat Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa a.s. Apakah syariat-syariat yang diturunkan kepada mereka itu berlaku pula bagi umat Nabi Muhammad SAW. Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa syariat para nabi terdahulu yang tidak tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah, tidak berlaku lagi bagi umat Islam, karena kedatang an syariat Islam telah mengakhiri berlakunya syariat-syariat terdahulu. Demikian pula para ulama ushul fiqh sepakat, bahwa syariat sebelum Islam yang dicantumkan dalam berlaku bagi umat Islam bilamana ada ketegasan bahwa syariat itu berlaku bagi umat Nabi Muhammad SAW, namun keberlakuannya itu bukan karena kedudukannya sebagai syariat sebelum Islam tetapi karena ditetapkan oleh Al-Qur'an.