Mengajarkan kebiasaan yang baik kepada anak butuh kesabaran dan ketekunan. Sebab umumnya anak-anak mudah bosan dan tidak suka dengan hal-hal yang serius. Mereka cenderung suka bermain, bercanda, melakukan kegiatan yang baru atau kegiatan yang sudah lama yang tak dikerjakan. Di antaranya adalah seperti nonton film kartun, bermain layang-layang, seru-seruan dengan mainan, gendong-gendongan, kuda-kuda-an dan sebasangnya. (kenapa gak ada gajah-gajahan, kambing-kambingan atau ayam-ayam-an yah?, hehe)
Ada beberapa kebiasaan baik yang sengaja saya tanamkan sejak anak saya masih kecil. Kebetulan saya sendiri telah dikaruniai dua orang anak sejak menikah dengan istriku yang tercinta nan cantik jelita, TRI UTAMI pada tanggal 11 Januari 2009 (yah benar 11 Januari bertemu...bleh..bleh..bleh, sing a song!). Kedua anak yang gantengnya bukan main tersebut bernama DAFA dan AZKA. Dafa berusia 6 tahun sedangkan adiknya Azka berusia setengah dari Kakaknya (Jika anak saya Dafa telah berusia 10 tahun, berapakah usia adiknya saat itu, Azka?. Jika jawaban sobat adalah 5, maka ilmu matematika sobat bagus, tapi ilmu rumah tangganya masih perlu diasah, hehe). Kok jadi malah jadi OOT (out of the topic), gegara terbawa main setrim nih, hehe.
Kembali ke ide cerita....
Kali ini saya akan lebih banyak menceritakan Dafa. Anakku yang satu memang manja, cengeng dan capernya banget. Di awal-awal kebersamaanku dengannya, dalam masa pertumbuhan Dafa sampai pada berusia 5 tahun, sungguh saya merasakan sekali sifat-sifatnya tersebut. Pada awalnya saya merasa agak kurang terbiasa, namun demi mengenal dan menciptakan emosional antara anak dan ayah laiknya sahabat saya berusaha membuka waktu, tenaga dan pikiran agar tujuan tersebut terwujud.
Salah satu kebiasaan baik yang saya ajarkan adalah mengajarkan Dafa cara mengerjakan sholat. Dalam agama Islam, mengajarkan sholat adalah sebuah kewajiban setiap orang tua terhadap anaknya. Nabi Muhammad, SAW telah bersabda, perintah kepada setiap orang tua untuk mengajarkan sholat ketika anak mereka berusia 7 tahun. Saking pentingnya, ketika mereka berusia 10 tahun, oleh Nabi Muhammad, SAW supaya dipukul ketika mereka melalaikan sholat (dalam tafsirnya: memukul yang tidak membahayakan, tidak memukul di bagian kepala) dengan tujuan memberi efek tegas, bahwa sholat adalah perintah langsung dari Allah SWT, tidak boleh ditinggalkan. Sabda Nabi Muhammad tersebut terdapat dalam salah satu Hadis Riwayat Abu Daud berikut di bawah ini:
“Muruussobiyya bissholati idzaa balago sab’a siniina, wa idzaa balago asyroo siniina fadhribuuhu alaihaa”. Artinya: “Perintahkanlah (ajarkanlah) anak-anak untuk mengerjakan sholat ketika sudah berusia 7 tahun, dan ketika sudah berusia 10 tahun pukullah mereka bila meninggalkan sholat tersebut”. {HR. Abu Daud}
Dari usia 3 tahun, Dafa sudah mulai saya ajarkan tentang tata cara sholat. Pada awalnya dia hanya ikut-ikutan saja, juga tidak jarang malah bermain ketika saya dan istri saya masih dalam gerakan sholat. Namun lambat laun, dia pun belajar untuk tertib sholat, tidak banyak bercanda. Berbeda dengan adiknya, Azka, sampai saat ini dia masih suka bermain bila diajak sholat berjamaah. Dafa sudah mulai terbiasa dengan mengerjakan sholat. Di usia 3 sampai dengan 5 tahun, sering saya berjibaku dengan Dafa agar mau mengerjakan sholat, terutama bila dia sedang asyik nonton film kartun. Saya kerap keras terhadap Dafa bila dia tidak mau mengerjakan sholat. Tapi seiring dengan perjalanan waktu, banyak sekali ilmu-ilmu parenting yang saya dapatkan, di antaranya bila saya mengajarkan anak dengan cara kasar, meskipun hal itu efektif namun hanya bersifat semu atau sementara. Sekarang saya menyadari, dan harapan saya kepada anak-anak saya yaitu ketika mereka mengerjakan kebaikan itu kalau bisa atas dasar kesadaran mereka sendiri, bukan patuh karena takut dimarahi atau dikasari oleh orang tuanya. Oleh sebab itu, saya belajar untuk lebih bersabar dalam mengajarkan kebiasan-kebiasaan yang baik kepada mereka.
Saya pun sadar bahwa kesabaran juga membutuhkan ketekunan, karena saya mengajarkan sholat tersebut setiap hari, yang jumlahnya 5 kali sholatan, Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Setiap menjelang waktu maghrib, di sini, Sukabumi, pukul 17.55 WIB, Dafa dan Azka masih asyik nonton dengan film-film kartun, Dafa selalu diingatkan untuk sholat Maghrib berjamaah dengan ayahnya, karena sudah menjadi kebiasaan, Dafa langsung berhenti nonton dan mengambil air wudhu untuk mengerjakan sholat berjamaah.
Hari Selasa, 08 Desember 2015, azan maghrib telah berkumandang, seperti biasa Dafa sedang asyik nonton film kartunnya. Ketika saya ingatkan untuk sholat maghrib, tidak seperti biasanya, Dafa mengelak dengan nada merengek menangis..
“Jangan ayah!, nanti ajalah sholatnya!” tuturnya beralasan.
Memang film kartun yang ditontonnya saat itu sangat menarik dan belum pernah ditonton sebelumnya. Saya langsung bereaksi tidak suka dengan langsung akan mematikan tvnya (ketuk hati dan pikiran saya), namun tidak saya kerjakan. Saya berpikir cepat, jika saya matikan tiba-tiba, meskipun tidak mengucapkan kata-kata dengan nada marah, Dafa akan lebih berontak sebagai wujud kekesalannya, bahkan sampai ngambek mengurung diri di kamar. Tapi, yang saya lakukan saat itu adalah mengajak bicara Dafa, yang masih asyik nonton film kartun tersebut, dengan ucapan begini:
“Kaka (panggilan Dafa)...kalau kaka masih nonton, siapa yang mau menemani ayah sholat, apa gak kasihan ayah sholat sendirian?, kan kita biasa sholat berjamaah, masa kita berpisah”. Meskipun Dafa begitu asyik nonton.
Ternyata Dafa yang sudah berusia 6 tahun ini sudah bisa menggunakan akal pikirannya:
“Oh iya yah, kasihan nanti ayah sendirian sholatnya, Dafa gak mau pisah sama ayah”, responnya dengan simpati.
Bahkan, Dafa beranjak dari tempat duduknya dan langsung mematikan TV demi mengerjakan sholat berjamaah dengan ayahnya.
Kebiasaan baik berikutnya adalah mengajarkan mengaji. Memang setiap setelah mengerjakan sholat maghrib, saya luangkan waktu untuk mengajarkan Dafa ilmu membaca Al-Quran. Diawali dengan buku Iqro (Buku Metode Awal Cara Membaca Al-Quran), Dafa selalu saya ajarkan dengan metode yang saya miliki. Alhamdulillah sampai saat ini dia mampu mengikuti cara belajar membaca Iqro. Namun sekarang, sudah saya ganti dengan buku tilawati (tidak jauh berbeda dengan buku Iqro). Saat itu, setelah mengerjakan sholat maghrib, di luar banyak sekali serangga laron. Laron itu datang menyerang lampu-lampu yang bercahaya, sehingga dengan terpaksa oleh istri saya dimatikan semua lampu-lampu di rumah, agar semua laron pergi (biasanya pindah ke cahaya lampu tetangga, hehe). Saya dan Dafa yang sedang dalam posisi Doa setelah sholat, hanya duduk sembari menunggu waktu datangnya sholat isya. Tapi karena kondisi gelap, yang biasanya waktunya digunakan untuk belajar membaca Al-Quran dengan buku tilawatinya, saya ganti dengan kegiatan hapalan doa-doa. Beberapa doa yang saya ajarkan di antaranya seperti doa bangun tidur, doa setelah makan, doa mau bepergian, doa pagi dan sore, doa untuk kedua orang tua, dan beberapa doa pekerjaan sehari-hari, Dafa sudah hapal. Di kondisi gelap saat itu, saya coba ajarkan doa baru, yaitu doa ketika ada petir. Seperti yang pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad, SAW, bahwa ketika ada petir, maka supaya membaca:
“Allahumma Lataq’tulna Bighadhabika Wala Tuhlikna Bi’adzabika Wa’afina Qabla Dzalika”.
Artinya: “Ya Allah, janganlah engkau membunuh kami dengan kemurkaan-Mu, jangan hancurkan kami dengan siksa-Mu, dan berilah kami kesehatan sebelum itu.” (HR. Al-Tirmidzi).
Mula-mula Dafa mau mengikuti doa yang saya ajarkan. Dengan diucapkan kata demi kata, dia pun mampu mengikutinya. Ketika sudah hampir hapal, kebiasaan Dafa bila diajarkan doa, dia gampang bosan, menyerah. Dia cenderung suka belajar membaca Al-Quran daripada belajar menghapalkan doa-doa. Maka, ketika bad moodnya datang begitu cepat, seketika itu juga Dafa berkata:
“Dafa ga bisa ayah!”, ucapnya menyerah.
“Dafa ayo dong!, ikuti lagi kata-kata ayah, Dafa pasti bisa.”, ujar saya memberi semangat.
Tiba-tiba….“Deerr...!”, teriak saya layaknya suara petir di depan Dafa tanpa dia sadari.
Saya hanya iseng. Namun, mendadak saya dengar suara tangisan, yang sebelumnya saya kira adalah “canda dan tawa”, ternyata salah.
“Ayah mah gitu, Dafa kaget banget tau!..uuu..uuuu”, kesal Dafa sembari menangis.
“Minta maaf Dafa, ayah hanya bercanda kok!”, ucapku.
Saya membiarkan tangisan Dafa selesai. Dan disela-sela tangisan yang hampir berhenti itu,
“Ya, sudah ka, masih mau belajar Doanya gak?”
“Hu...huu”
Setelah berhenti, doa petir perlahan saya ajarkan kembali. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya untuk mengagetkannya lagi, tapi sebelumnya saya bicara terlebih dahulu.
“Tuh kan, ka. Kalau kamu bisa hapal doa ini, kamu gak bakal kaget, takut dan menangis lagi. Coba dihapalkan ya!”
Dafa pun berusaha keras mengahapalkannya. Tiba-tiba...
”Derrr” teriakku mengejutkan.
Tapi kali ini Dafa tidak terkejut. Momen tersebut saya manfaatkan untuk mengajarkan pikirannya, bahwa
“Tuh, kan. Kalau kamu sudah hapal sama doa petirnya, kamu ga kaget dan menangis lagi kan. Nah, itulah salah satu keutaamaan doa petir ka, kamu gak bakal takut lagi dan kamu juga bakal dapat perlidungan dari Allah”
“Iya ya, ayah. Dafa mau ngapalin lagi ah...” Semangat Dafa menggelora.
Tidak lama kemudian Adzan Isya berkumandang. Kita langsung melakukan sholat berjamaah. Setelah selesai berdoa, dafa melepaskan sarungnya dan bersiap keluar dari mushola dengan wajah senang dan bahagia.
“Aku sayang Ayah” ujar Dafa dengan penuh kasih, setelah mencium pipi kanan dan kiri ayahnya dan setelah salim tangan kanan saya.
Subahanallah....
anakku Dafa, sungguh suatu kebahagiaan yang terindah yang takkan pernah terlupakan.
Semoga kamu jadi anak yang sholih dan senantiasa berbakti pada orang tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H