Mohon tunggu...
Edwin Pratama
Edwin Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berpuisi, berdoa, dan berupaya.

Keindahan terbesar ialah ketika hujan tiba, payung-payung itu tidak dibiarkan untuk meneduhi kepalanya seorang sendiri. Tapi, mampu meneduhkan pelbagai kepala yang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Contoh Cerpen: Apel Bukan Hanya Sekadar Buah

24 Juni 2021   23:35 Diperbarui: 24 Juni 2021   23:35 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terlintas di benakmu apabila mendengar kata 'Apel' ?
Tentu saja ketika kita mendengar kata apel, pastinya yang terlintas adalah buah-buahan, bukan?

Akan tetapi, tahukan kamu? Ternyata dalam materi pelajaran bahasa Indonesia sendiri, terdapat pelbagai istilah, loh! yang memiliki arti beragam tentang 'Apel'.

Kata  'Apel' sendiri masuk dalam istilah homograf. Lalu, apa itu 'Homograf' ?

Yap... homograf adalah kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya .


Contohnya, seperti;

- Apel ( buah )
- Apel ( kegiatan upacara /  berkumpul )

Namun, di sini saya tidak membahas mengenai homograf secara rinci, hehe.

Melainkan, saya akan menulis sebuah naskah cerpen yang terdapat hikmah luar biasa dalam kehidupan sehari-hari, terutama tentang hal asmara, persahabatan dan lainnya.

Cerpen itu berjudul, "Apel Bukan Hanya Sekadar Buah", karya Edwin Pratama.

Berikut isi cerpen tersebut :

Pada Senin sore lalu tepatnya sebelum mentari pergi meninggalkan bumi,  aku dihampiri sesosok manusia yang menyebalkan, menjengkelkan di depan pekarangan rumahku.

Sungguh, ia sangat cerewet, dan aku pun sudah paham  apabila ia tiba-tiba menghampiriku secara tiba-tiba.

Yap, ia adalah temanku semasa sekolah lalu.  Seseorang yang sampai saat ini masih saja bersikap labil terutama dalam hal asmara, hehe.

Sebut saja ia Mawi, seorang anak muda yang senantiasa terjerat akan hal asmara yang tiada tara. Sebenarnya tidak ada yang salah dari Mawi. Hanya saja terkadang ia cukup merepotkan apabila tengah temaram akan cinta.
Seraya ia duduk di sampingku, dan lekas menyatakan;
“Gua galau, Win.” 
ucapnya, sambil menampakkan wajah muramnya.

“Kalau dateng tuh ucap salam dulu.”  jawabku dengan ketus,

“Galau kenapa lagi?”, sambungku, bertanya padanya.

“Gua bingung, mau harus gimana lagi.  Hubungan gua terasa flat terus gitu Win sama dia.” tandasnya.

Tak lama berselang... aku bergegas menyusuri dapur rumahku,  meninggalkan Mawi yang tengah temaram di atas dinginnya lantai rumahku, dan aku pun lekas mengambil sebuah apel yang menampakkan dirinya secara terang-terangan di sebuah meja makan.

“Nih, pake ini biar ga galau lagi.” ucapku, sambil menyodorkan buah apel itu, padanya.

“Ihh... apaan sih, ga nyambung banget! Masa orang lagi bingung, malah dikasih apel.” jawabnya, dengan nada yang menjengkelkan.

“Heh! buah apel ini bukan hanya sekadar sebuah buah. Tapi, buah apel ini bisa diolah menjadi sedemikian rupa; entah menjadi sebuah juice, atau bisa juga meningkatkan hubungan antar sepasang kekasih.” jawabku, dipadukan bersama otot-otot leherku.

“Kok, bisa?” gumamnya, dengan wajah yang sedikit heran.

“Ya bisa... coba saja kau kirimkan buah apel itu pada kekasihmu, lalu sisipkan puisi nan indah di dalamnya. Percaya atau tidak, buah apel itu seketika menjelma sebagai buah cinta yang tiada tara.” jawabku, sambil tersenyum tipis.

"Tapi... aku tidak bisa membuat puisi, Win! Bagaimana kalau kau saja yang merangkainya?"  keluh Mawi, penuh harap.

"Begini... jika aku yang merangkainya, bagaimana sewaktu-waktu ia mengetahuinya bahwa aku yang telah merangkai puisi tersebut? Sungguh, sebuah karya akan bernilai lebih, jika memang itu hasil dari ketulusan dan jerih payahmu sendiri, aku yakin kau bisa." ucapku, sambil menepuk bahu kirinya, berupaya memberi semangat kepada Mawi. 

"Ambillah apel ini! lalu kau tuliskan tentang keindahan-keindahan yang ada dalam dirinya." Dan ketahuilah, bro! apa pun hasilnya kelak; hal yang terpenting adalah kau sudah berupaya semampumu."  tutupku, sambil memeluknya.

TAMAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun