Sungguh, ia sangat cerewet, dan aku pun sudah paham apabila ia tiba-tiba menghampiriku secara tiba-tiba.
Yap, ia adalah temanku semasa sekolah lalu. Seseorang yang sampai saat ini masih saja bersikap labil terutama dalam hal asmara, hehe.
Sebut saja ia Mawi, seorang anak muda yang senantiasa terjerat akan hal asmara yang tiada tara. Sebenarnya tidak ada yang salah dari Mawi. Hanya saja terkadang ia cukup merepotkan apabila tengah temaram akan cinta.
Seraya ia duduk di sampingku, dan lekas menyatakan;
“Gua galau, Win.” ucapnya, sambil menampakkan wajah muramnya.
“Kalau dateng tuh ucap salam dulu.” jawabku dengan ketus,
“Galau kenapa lagi?”, sambungku, bertanya padanya.
“Gua bingung, mau harus gimana lagi. Hubungan gua terasa flat terus gitu Win sama dia.” tandasnya.
Tak lama berselang... aku bergegas menyusuri dapur rumahku, meninggalkan Mawi yang tengah temaram di atas dinginnya lantai rumahku, dan aku pun lekas mengambil sebuah apel yang menampakkan dirinya secara terang-terangan di sebuah meja makan.
“Nih, pake ini biar ga galau lagi.” ucapku, sambil menyodorkan buah apel itu, padanya.
“Ihh... apaan sih, ga nyambung banget! Masa orang lagi bingung, malah dikasih apel.” jawabnya, dengan nada yang menjengkelkan.
“Heh! buah apel ini bukan hanya sekadar sebuah buah. Tapi, buah apel ini bisa diolah menjadi sedemikian rupa; entah menjadi sebuah juice, atau bisa juga meningkatkan hubungan antar sepasang kekasih.” jawabku, dipadukan bersama otot-otot leherku.
“Kok, bisa?” gumamnya, dengan wajah yang sedikit heran.