Lawrence M. Friedman, "Berhasil atau tidaknya Penegakan hukum bergantung pada Substansi Hukum (legal substance), Struktur Hukum/Pranata Hukum (legal structure), dan Budaya Hukum (legal culture)."
Bertalian dengan proses penegakan hukum (law enforcement), khususnya penegakan hukum tindak pidana korupsi. Beragam upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia nyatanya belum sepenuhnya efektif dan membuahkan hasil memuaskan.
Dengan banyaknya peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi ternyata tidak menjamin berkurangnya perkara korupsi di negeri ini. Bahkan tragisnya, Komisi Pemberantasan Korupsi, yang merupakan salah satu lembaga yang memiliki tupoksi memberantas korupsi, seakan dibuat tidak berdaya menghadapi tekanan dari beberapa pihak.
Sehingga Tes Wawasan Kebangsaan itu dilakukan terhadap anggota tubuh KPK; agar menemukan orang-orang yang sebetulnya main-main dengan memberantas korupsi serta tebang pilih kasus, sambil melindungi teman-teman se-idiologinya. Mereka inilah inkonsisten dan tidak demi kepentinganya sendiri maupun golongannya.
Jika KPK tidak melakukan amputasi, maka ada peluang bahwa orang-orang yang diamputasi tersebut (i) melumpuhkan kapasitas dan merusak kredibilitas sumber daya manusia di KPK, (ii) menghancurkan eksistensi kelembagaan KPK, (iii) Â menyabotase program pemberantasan korupsi, (iv) tebang pilih kasus
Sahabat-sahabatku di Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, (Terutama untuk Dua Teman Se Almamater di Kampus Gumul dan Juang, Gomar dan Jacky, Sorry Beta Sebut Nama).
Sekali lagi, Jadi ingat sekian tahun yang lalu para pendahu PGI melahir narasi-narasi indah dalam rangka keutuhan ciptaan (coba bongkar arsip-arsip tua).
Narasi-narasi Indah itu, beta ringkas menjadi
"Pemberitaan Menghasilkan Keteraturan Ciptaan yang Memuliakan TUHAN Allah.'
Berdasarkan tugas-tugas gereja, pemberitaan (kerugma) atau pelayanan dan kesaksian Gereja-gereja harus menunjukkan koinonia, marturia, dan diakonia, (dan varian-variannya).
Kerugma dengan aneka dimensi itu, harus mampu membawa atau memberikan perubahan pada sasaran pemberitaan, yaitu umat manusia. Artinya, pelayanan dan kesaksian Gereja-gereja harus berdampak pada perubahan pada seseorang. Ia harus berubah secara utuh, misalnya jasmani dan rohani, perilaku hidup dan kehidupan, kualitas intelektual, pandangan maupun pola pikirnya, termasuk cara berinteraksi dengan sesama manusia dan lingkungan.