Dalam sikon itu, mereka pun melakukan road show cari dukungan ke segala arah. Sayangnya, yang didapat adalah, cibiran dari teman-teman (terutama yang idiologi sejenis), lawan bertepuk tangan, serta publik membully. Sakit dan Menyakitkan.
Lucu. Mereka tak kehilangan akal. 75 anggota tubuh yang telah diamputasi itu datang ke Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia; kok tak punya malu ya.
Tak punya malu karena pada Tes Wawasan Kebangsaan, misalnya, (i) menolak adanya Gereja di Lingkungan mereka, (ii) menolak pilar-pilar persatuan Berbangsa dan Bernegara, (iii) bersikap dan bersifat intoleran dan rasisme, (iv) dan lain sebagainya. Sungguh Tak Tahu Malu.
Tambah Sangat Lucu Lagi. Setelah 75 orang yang diamputasi itu ngopi bareng Ketua PGI, Gomar Gultom, Sang Ketum, setelah itu, menyatakan bahwa,
"Kita sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme tes wawasan kebangsaan.
Dengan disingkirkannya mereka yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lulus TWK, dikhawatirkan akan membuat para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional seturut dengan kode etik KPK di masa depan karena khawatir mereka di-TWK-kan dengan label radikal."
Duh, duh, duh, Segitunya tanggapan PGI; segitunya tanggapan sahabatku, Gumor Gultom. Tak apalah. Beta aminkan saja, walau menjengkelkan.
Mari Sejenak Refleksi
Note; Beta tak buat Refleksi Teologis; karena Beta, Gomar, Jacky dari Satu Sekolah, Satu Suhu, Satu Ilmu and juga Sesama Bajaj Dilarang Saling Nabrak.
Jadi ingat
Soerjono Soekanto, Sang Sosiolog Hukum terkemuka, berkata bahwa, "Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian."