Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

#GT sebagai Penghukuman Publik terhadap Anies Baswedan

8 Januari 2020   12:21 Diperbarui: 4 Februari 2022   09:02 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kanal IHI

Tentang Tanda # atau Tagar

Tanda; ya tanda adalah sesuatu yang sengaja ditorehkan, ditulis, diukir, atau dicetak pada benda dan tulisan agar mendapat perhatian atau diperhatikan secara khusus.

Tanda, apa pun bentuk dan cara menempatkannya, biasanya sengaja dibuat (dan ditempatkan) pada tempat yang mudah terlihat, sehingga bisa berfungsi sebagai petunjuk. Misalnya, petunjuk arah, cara-cara mempergunakan, dan lain sebagainya.

Tanda, bisa juga sebagai petunjuk untuk memaknai hal-hal yang berikutnya; atau hal-hal yang ditulis mengikuti tanda tersebut. Misalnya ----> berarti mengikuti arah sesuai ujung tanda; ... dilarang masuk, dan seterusnya.

Pada perkembangan kemudian, pemakaian dan pemaknaan tanda tersebut, merambah ke berbagai bidang, utamanya di media sosial. Dan difungsikan sebagai 'alat untuk mengajak, menunjukan dukungan, atau bahkan menyetujui serta ketidaksetujuan pada sesuatu.' 

Tanda yang paling popular utunk hal tersebut adalah # atau hashtag. Tanda #, sebetulnya bukan sesuatu yang baru atau muncul pada era media sosial. 

Tapi, sejak adanya mesin ketik pada tahun 1700an, tanda # sudah menjadi bagian dari dari papan ketik; fungsinya sebagai 'agar mendapat perhatian dari pembaca.'

Agaknya pemakaian # pada era kekinian, tidak berbeda jauh dengan ketika tanda tersebut lahir atau diperkenalkan kepada masyarakat. Artinya, pemakaian dan pemaknaan # sebagai sebagai 'alat untuk mengajak, mengikuti, menunjukan dukungan, atau bahkan menyetujui serta ketidaksetujuan pada sesuatu.'

Tentang #GubernurTerbodoh

Entah siapa yang memulai; tiba-tiba #GT menyebar masif, merata, dan bergelombang di media sosial. Bahkan, hanya beberapa hari, #GT menjadi trend utama di hampir semua search machine, utamanya Google. Lalu, timbul tanya, "Mengapa muncul #GT tersebut?"

Menurut Google, algoritma Google yang menampilkan hasil dengan keterikatan kuat atas kata kunci yang diketikkan. Google menjelajah miliaran laman setiap pengguna mengetikkan kata kunci. Google mencocokkan laman tersebut dan memberikan peringkat berdasarkan lebih dari 200 indikasi. Indikasi tersebut berupa relevansi, popularitas, fenomena paling baru (aktualitas), dan cara orang lain menggunakannya.

Nah.

Agaknya, 'pencipta #GT,' siapa pun dia, adalah orang atau seseorang yang terus menerus mengikuti arah kebijakan dan kerja Gubernur DKI Jakarta. Sehinggga ia mampu menilai dengan baik, sesuai versinya, bahwa orasi dan karya nyata Sang Gubernur tidak sesuai harapan publik, sehingga layak mendapat predikat "Gubernur Terbodoh." Dan, agar mendapat dukungan publik, ia sebarkan dengan #GT.

Ternyata benar; publik 'menerima' #GT tanpa protes; mereka pun menyebarkan ulang, plus ditambah dengan berbagai frasa dan idiom baru; dan semuanya menunjukan nada-nada miring terhadap Gubernur DKI Jakarta.

#GT sebagai Penghukuman Publik

Jika menelusuri kemampuan akademis melalui jejak digital, maka gelar #GT terhadap Gubernur DKI Jakarta mungkin sangat berlebihan. 

Sebab, Sang Gubernur tersebut memiliki latar pendidikan yang sangat memadai atau bisa disebut cukup tinggi. Itu bermakna, latar dan kualitas pendidikannya tidak mendukung dirinya sebagai #GT atau mendapat  'gelar GT.'

Agaknya, #GT muncul atau dimunculkan bukan karena rendahnya kualitas pendidikan Sang Gubernur, melainkan kinerja dan kebijakannya; yang menurut publik tidak sepadan dengan jabatan, kedudukan, serta latar pendidikannya.

Publik, yang setuju dengan #GT, tentu memberi gelar GT karena mereka tidak puas dengan hasil yang dicapai oleh Sang Gubernur, yaitu "tidak mencapai apa-apa" atau jauh dari yang dijanjikan selama kampanya dan tidak sesuai harapan.  

Mungkin saja, publik memberi #GT karena melihat hasil kerja Sang Gubernur pada bidang penyempitan trotoar di Jakarta; memunculkan macet di sejumlah kawasan; pembiaran tumpukan sampah; terhentinya program pengendalian air atau banjir di Jakarta; tidak mampu menangani banjir di Jakarta, atau bahkan tampilan ASN DKI Jakarta, dan lain sebagainya. Atau, masih banyak hal lainnya.

Semuanya itu mereka tumpuk jadi satu atau jejerkan, serta bariskan sehingga berujung pada penghukuman terhadap Sang Gubernur. Mereka menghukum Sang Gubernur dengan memberi gelar GT.

Reaksi Gubernur

Agaknya, #GT sudah sampai ke Sang Gubernur dan Lingkaran Elitenya; bisa jadi, mereka pun kepanasan dan gerah. 

Mereka lalu melakukan gerakan kontra #GT. Sayangnya, gerakan tersebut bukan dengan aksi-aksi perubahan dan perbaikan, melainkan melalui gerakan virtual untuk meredam trend di search machine. 

Gerakan virtul tersebut, justru cepat tertangkap Nitizen. Bayangkan saja, sejumlah akun medsos dengan label Sang Gubernur, tiba-tiba bertambah pengikut atau anggotanya.

Saya melihat, hal tersebut terjadi, bukan semata terampilnya admin gerekan virtual tersebut, melainkan pada pengaturan pengguna medsos sendiri. Misalnya, ada fitur penambahan teman secara otomatis, seperti di Twitter, IG, Line, atau Like di Fans Page FB, serta tambah di Grup.

Nah, pengguna medsos yang 'menambah teman secara otomatis' inilah mejadi sasaran empuk para pendukung Sang Gubernur. Mereka mampu menambah yang like dan anggota grup tanpa diketahui oleh pemilik akun.

Jelas khan

Jadi, reaksi Sang Gubernur untuk menjadi bukan #GT seperti itu, agaknya akan sia-sia, sebab Nitizen semakin cerdas untuk membuat pertahanan atau mengprivasi akun medsosnya.

Lalu, apa yang selayaknya dibuat atau dilakukan Sang Gubenur? Ya itu tadi, perubahan diri dan menunjukkan kinerja yang baik, benar, dan berkualitas.

Opa Jappy | Warga DKI Jakarta Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun