Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Debat Capres, Jokowi Utamakan Diplomasi untuk Menyelesaikan Konflik

31 Maret 2019   19:41 Diperbarui: 31 Maret 2019   20:36 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara-negara tersebut, secara berkala atau pun jadual tetap melakukan parade militer, dan dipublikasi secara luas. Hal itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa 'ini kekuaatan perang kami,' jadi jangan coba-coba berperang dengan kami.

Oleh sebab itu, dari debat Capres kemarin, jika Prabowo terpilih sebagai Presiden, maka bisa dipastikan hal utama dan pertama yang ia lakukan adalah peningkatan anggaran militer, utamanya pembelian senjata, dalam rangka menimbulkan ketakutan Internasional terhadap Indonesia.   

Lalu, apa dan bagaimana dengan Jokowi setelah ia terpilih sebagai Presiden RI pada 2014 lalu, kemudian membiarkan sistem pertahanan Negara, senjata, dan kualitas tempur tentara tetap statis atau tak berubah? Ternyata tidak.

Faktanya, Presiden Jokowi melakukan pembenahan besar-besaran, dengan cara silent atau tanpa diketahui banyak orang. Kemarin, pada waktu depat Capres, publik menjadi tahu bahwa sistem radar udara dan maritim sudah memantau keseluruhan wilayah laut dan udara RI. 

Juga, publik menjadi tahu bahwa di samping Komando Armada Angkatan Laut di Jakarta dan Surabaya, kini ada Komando Armada Angkatan Laut di Biak, yang digagas sejak tahun 2017 dan, masih banyak contoh lain.

Kini, pada 2019, walaupun kelengkapan angkatan perang RI (Darat, Udara, dan Laut) dan sebaran pasukan telah lebih baik dari tahun 2014 dan sebelumnya, Jokowi masih konsisten dengan diplomasi sebagai langkah utama penyelesaian konflik Internasional atau pun serangan dari Negara lain terhadap RI.

Upaya diplomasi sebagai awal penyelesaian konflik, sejak tahun 1992 diupayakan oleh Sekretaris Umum PBB pada masa itu, Boutros-Boutros Ghali (An Agenda for Peace Juni 1992). Ia memberi doktrin yang komprehensif untuk mendorong, mempertahankan dan mengembangkan perdamaian di dunia dalam garis kebijakan pencegahan konflik hingga penyelesaian konflik. Dengan cara-cara itu, terjadi rangkaian diplomasi pada pertemuan-pertemuan bilateral dan/atau pun disponsori oleh Negara penengah atau pun PBB untuk mencegah perang antar Negara.

Jadi sebenarnya, Jokowi sebagai Calon Presiden memahami betul diskursus diplomasi Internasional sebagai langkah penyelesaian konflik, bukan perang atau pun pameran kekuatan militer. Walau seperti itu, Jokowi, seperti pernyataan pada tahun 2014, ia tidak membiarkan sejengkal wilayah RI diinvasi oleh Negara lain.

Ia tetap bersuara yang sama bahwa, "Tetapi jika jelas batas kita. Kita akan lakukan apapun! Kita bisa lakukan apapun! Jangan saya dirasa tidak bisa tegas, saya tegas, tegas adalah berani mengambil resiko dan mengambil keputusan. Saya berani mengambil resiko apapun."

Salam Baju Putih ke TPS pada 17 April 2019

Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun