Jokowi :
Diplomasi antara pemerintah, dengan pemerintah kita utamakan, ada tahapan menuju ke sana. Kalau ada pendudukan, jika jelas ada pulau kita diduduki, sudah jelas ini mengganggu kedaulatan kita.
Tetapi jika memang batas belum jelas, tentu kita harus berdiplomasi. Tetapi jika jelas batas kita. Kita akan lakukan apapun! Kita bisa lakukan apapun !
Jangan saya dirasa tidak bisa tegas, saya tegas, tegas adalah berani mengambil resiko dan mengambil keputusan. Saya berani mengambil resiko apapun.
Sumber: Cuplikan Debat Capres 22 Juni 2014
Masih ingat momen debat Capres 2014 yang lalu? Saat itu, pada tanta jawab antara kandidat, Jokowi memberi jawaban yang cukup menggetarkan publik. Khususnya pertanyaan mengenai strategi melawan invasi asing terhadap kedaulatan Negara. Pada waktu itu, jawaban Jokowi sangat jelas dan bertingkat, yaitu "... diplomasi, dan kita bisa lakukan apa pun. Saya berani mengambil resiko apa pun." Jokowi menunjukan ketegasan dan tekad untuk membela kedaulatan Negara.
Pada debat kemarin, 30 Maret 2019, agaknya, Jokowi konsisten dengan tekadnya untuk membela kedaulatan Negara dengan cara diplomasi, dan selanjutnya jika tidak ada titik temu, maka akan  'mengambil resiko apa pun' atau bisa dimaknai sebagai langkah perang terbuka.
Namun, berbeda dengan Prabowo, sejak awal, ia sudah meremehkan kekuatan pertahanan dan persenjataan TNI, dengan pernyataan bahwa Negara dalam keadaan lemah, oleh sebab itu, prioritas utamanya adalah ada uang dan membangun angkatan perang yang kuat. Hal itu, sah-sah saja.
Timbul Tanya, mengapa pada debat capres 2014 kemudian 2019, Jokowi masih konsisten dengan utamakan diplomasi daripada pernyataan perang? Sementara Prabowo lebih tunjukan kekuatan mesin perang agar orang atau Negara lain ketakutan.
Agaknya, Prabowo masih lebih menyukai adagium 'pertahanan terkuat dan terbaik adalah persiapan perang' atau 'tunjukan kehebatan angkatan perang, agar tidak ada yang berani melawan.'Â
Pola seperti itu memang masih diikuti oleh sejumlah Negara di dunia; misalnya Negara-negara di Timur Tengah, China, dan utamanya Korea Utara.Â