Kang Amin, pemiliki dan pedagang warung mie, di seberang jalan masuk kediaman Gus Dur, “Gus Dur, mungkin tak kenal siapa saya, tapi saya ikuti apa yang ia ucapakan ketika di Mesjid, Istana, atau di rumahnya; Gus Dur menjdikan saya melayani pembeli dengan tenpa mandang siapa dia atau pun agamanya. Semua orang saya hargai sebagai ciptaan Allah.
Sobari, anggota Banser yang menjaga arus lalu lintas menuju kediaman Gus Dur. Ia dengan ramah memandu arah, bahkan menolak pemberian uang tip. Menurutnya, “Gus Dur telah memperlihatkan diri sebagai bapak atau pemimpin untuk semua orang, bukan hanya untuk NU atau pun umat Islam.”
Agus, pedagang asal Comal, yang menggelar dagangan di sekitar area Haul, menyatakan bahwa dirinya menjadi nyadar bahwa sebagai umat beragama, harus mempunyai penilaian yang sama dan sejajar kepada mereka yang tak seagama. Demikian juga dengan Mba Partumi, perempuan setengah baya, pedagang minimuan dari Solo, menyatakan bahwa Gus Dur adalah orang Jawa dan Muslim, yang dilahirkan untuk Indonesia dan semua umat beragama. Ia berteman dengan banyak orang.
Ternyata Gus Dur adalah sosok yang tak terlupakan; ia ada dan tetap dalam semua hati yang bersentuhan langsung dan tidak dengan dirinya.
Luar biasa.
Ya. Saya suka dengan pendapat Mba Partumi, “Gus Dur adalah orang Jawa dan Muslim, yang dilahirkan untuk Indonesia dan semua umat beragama.” Benar, ia dilahirkan sebagai orang Jawa dan umat Islam, namun hidup serta kehidupannya bukan terbatas pada Jawa dan Islam, tapi untuk semua umat beragama di Indonesia.
Bagaimana dengan anda!? Tentu, masing-masing mempunyai pengalaman langsung maupun tidak dengan Gus Dur.
OPA JAPPY | LENTENG AGUNG, JAKARTA SELATAN
SEMUA FOTO KOLEKSI PRIBADI