Gus Dur adalah tokoh yang mengangkat pesantren hingga ke kancah internasional. Pesantren tidak hanya terkait santri dan NU tapi juga nilai dan tradisi yang dikembangkan di dalamnya.”
===
Ketum PBNU Said Aqil Siradj,
“Gus Dur selalu memiliki terobosan-terobosan baru dalam menangani permasalahan. Gus Dur mengajarkan agar saya harus memahami ilmu ahwal, yaitu ilmu memahami kondisi sekitar kita sehingga kita tahu berada di mana.
Saat ini banyak orang mengerti agama namun tidak memahami ilmu tersebut. Sehingga banyak yang berusaha menyamakan sistem bernegara di Indonesia seperti di Timur Tengah. Padaha, Indonesia dan Timur Tengah memiliki sejarah kemerdekaan yang berbeda. Indonesia merebut kemerdekaannya sendiri, sementara negara-negara di Timur Tengah banyak yang memperoleh kemerdekaan sebagai dari hadiah penjajah.
Oleh karena itu semangat Islam Nusantara sangat tepat. Ini bukan mazhab ya, Islam Nusantara itu tipologi. Para kiai-kiai di Indonesia juga menanamkan rasa cinta tanah air yang kuat kepada para santrinya. Hal ini yang tidak terjadi di negara Timur Tengah. Coba cari di Timur Tengah tokoh yang nasionalis tapi ulama. Nggak ada. Pasti kalau nasionalis, dia sekuler. Cuma ada di Indonesia yang nasionalis dan ulama.
Gus Dur yang selalu berani mempertahankan keyakinannya meski harus berbeda dari pendapat umum. Harusnya yang jadi Ketum PBNU, yang begini nih (seperti Gus Dur).”
====
Kiai Salahudin Wahid atau Gus Solah ,
“KH Hasyim Asyari, salah satu tokoh pendiri NU yang tak gila jabatan. Sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, menurut dia, pimpinan tentara Jepang di Jakarta menawarkan kursi Presiden Indonesia pertama ke Hasyim Asyari yang saat itu sibuk mengasuh Ponpes Tebu Ireng.
Namun, tawaran itu ditolak oleh kakek Gus Dur itu. Jawab Mbah Hasyim, Saya ini kiai, tugas saya mengurus pesantren dan saya tidak mungkin meninggalkan Tebu Ireng. Menurut Mbah Hasyim sesuai saran dari Pak Wahid (putra Hasyim Asyari yang juga ayah Gus Dur) bahwa Bung Karno sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil presiden.