Tahun 1989, Gerson Poyk mewakili karya dan negaranya Indonesia mendapat penghargaan bergengsi tersebut yang sebelumnya diawali pada tahun 1979, diraih oleh Sutardji Calzoum Bachri dan berturut-turut Putu Wijaya, Goenawan Mohamad, Mariane Katoppo, YB Mangunwijaya, Budi Darma, Abdul Hadi Wiji Muthari, Sapardi Djoko Darmono, Umar Kayam, Danarto dan tahun 1989 oleh Gerson Poyk.
Kado pena emas dari sang kakak kepada adiknya. Dari sang sastrawan kepada sang penyiar.
Pena Emas Gerson Poyk inilah menjadi moment kunci dan merubah cara pandang saya tentang hidup ini, bahwa dimana saya berada dan kemana hendak saya pergi.
Empat tahun kemudian tepat tahun 1994, saya pun mulai menggunakan pulpen atau pena emas ini bukan untuk menulis karya-karya sastra tetapi menulis dan menandatangi tugas seorang birokrat.
Selamat ulang Tahun Gerson "papa Bea" Poyk. We Love U. God Bless You.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H