Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fransisca Fanggidaej, Pahlawan yang Dilupakan

14 November 2013   10:20 Diperbarui: 10 November 2019   16:34 2929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1964, Presiden Soekarno memilih dan mengangkatnya sebagai salah satu penasehat presiden - staf inti kepresidenan, dan sering mengikuti perjalanan Presiden ke ke berbagai negara. 

Kedekatan dengan Presiden dan besar dari/di Pemuda Sosialis Indonesia (yang kemudian mejadi Pemuda Rakyat, organisasi pemuda dibawah PKI), menajdikan Fransisca sebagai orang yang tak disukai Orba.

Pada tahun 1965, ketika ia berada di Chili sebagai anggota delegasi Indonesia pada Kongres Organisasi Wartawan Internasional, terjadi tragedi G30S, Fransisca tidak bisa kembali ke Indonesia; ia dilarang pulang ke Tanah Air. 

Sejak itu, 1965-1985, Fransisca tinggal Republik Rakyat Cina, dan sejak 1985 menetap di Belanda [Zeist, Utrecht, Belanda] hingga 14 Nopember 2013, Tuhan memanggilnya kembali kehadapan-Nya.

Itu sedikit tentang Oma, Tante, dan Aunt Fransisca Fanggidaej; satu dari sekian banyak Perempuan Revolusioner Indonesia, kelahiran Timor; yang hidup dan kehidupannya bukan cuma untuk Orang Timor, namun bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia, serta dunia (Di Belanda, Francisca menjadi anggota Komite Indonesia-Belanda, dan ikut mendirikan Stichting Azië Studies-Yayasan Studi Asia).

Akhir kata, mari kita coba renungkan kata-kata dari Fransisca Fanggidaej

Pada awal Orde Baru satu juta orang Indonesia tak bersalah dibunuh dan ratusan ribu lainnya dilemar ke dalam penjara dan kamp konsentrasi dalam satu tragedi nasional yang dampaknya sampai hari ini belum teratasi.

Dalam keadaan demikian perlukah Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diperingati? 

Dengan pertanyaan ini di hati dan di kepala, saya menukik ke masa lampau, ketika saya sebagai pemuda berumur duapuluhan, dengan antusiasme yang menyala-nyala dan semangat pantang mundur menerjunkan diri ke dalam kancah gejolak dan pergolakan revolusi di Surabaya.

Kita tidak boleh lupa pengorbanan yang begitu besar yang sudah diberikan oleh berbagai generasi pejuang demi mewujudkan cita-cita Proklamasi, yaitu suatu masyarakat Indonesia yang sungguh bebas, demokratik dan berkeadilan sosial. Kita masih jauh dari perwujudannya.

Maka perjuangan itu masih berlanjut pada hari kini dan di masa depan. Pada hari ini harapan kita tak lain bahwa generasi muda yang kini berjuang untuk cita-cita itu mengambil semangat dan jiwa dari generasi kami yang pada Revolusi Agustus itu bergerak, dan agar mereka terus bekerja dengan cara mereka sendiri, di dalam kondisi nasional dan internasional yang sudah banyak berubah, dan akhirnya mencapai tujuannya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun