Yang sempat teringat adalah masa muda Fransisca, ia berbeda pandangan dengan ayah-ibunya yang pejabat tinggi Hindia Belanda. Fransisca ingin agar rakyat Timor (pada waktu itu, belum terbayang Indonesia Merdeka) mengalami kemajuan dalam segala bidang sejajar dengan Belanda, dan kemerdekaan.
Pandangan masa depan, yang beda dengan orang tuanya, serta jiwa revolusioner tersebut, menjadikan ia tetap di Tanah Jawa seletal menyelesaikan MULO; kemudian bertumbuh dan bergabung dengan pegerakan kaum muda (pra-) Indonesia.Â
Sejalan dengan itu, wawasan keindonesiaannya mulai berkembang. Fransisca tidak lagi berpikir tentang Timor, melainkan Indonesia, ya Indonesia.Â
Ia kemudian bergabung dengan organisasi Pemudan Republik Indonesia di Surabaya, Jatim.
Semangat, fasih bicara, dan ketermukaannya, menjadikan Fransisca terpilih sebagai wakil Pemuda RI Surabaya untuk mengikuti Kongres Pemuda Indonesia di Yogyakarta, pada 6-10 November 1945.Â
Tanggal 10 Nopember, ketika selesai Kongres, rombongan dari Surabaya tak bisa pulang karena pertempuran antara rakyat dan tentara Sekutu.
[Jika tak salah info] Karena semangat perjuangan yang besar, Fransica berusaha menerobos blokade Sekutu, dan berhasil sampai di markas pemuda perlawanan; teman-temannya yang lain tertahan di Madiun, dan bergabung dengan pergerakaan pemuda disana.
Sudah menanti teman-teman perempuan pejuang 1945; mereka menjadi bagian dari Rakyat Indonesia di Surabaya, yang bertempur melawan pasukan Sekutu."
Setelah masa pertempuran mempertahankan Kemerdekaan agak mereda, Fransisca tetap aktif sebagai tokoh pemuda melalui Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia, bahkan seringkali menjadi/meawakili BKPRI pada pertemuan pemuda tinggkat Internasional.Â
Pada 1957, ia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat mewakili wartawan. Sebagai anggota delegasi parlemen, ia berkunjung ke Kuba pada 1960 dan 1953, serta berjumpa Fidel Castro.