Reus yang menjalani debut Piala Dunia tampak tampil paling baik lewat sumbangan satu gol dan satu asis, tapi gagal signifikan di momen krusial. Khedira pasti tahu dia pergi ke Rusia bukan untuk jogging saat bertanding. Joshua Kimmich terlalu sering berkelana ke depan hanya untuk meninggalkan lubang di pertahanan. Jerome Boateng berurusan dengan kedisiplinan, sementara leher Hummels setelah cedera lagi tidak tajam di depan gawang. Jonas Hector harus diakui tidak sebaik Lahm, sedangkan Timo Werner jelas bukan Miroslav Klose.
Dari segala kegaduhan, tanggung jawab akhir ditujukan kepada Loew. Diakuinya, Nationalmannscaft layak pulang dari Rusia. Pilihannya percaya pada Neuer padahal absen selama 8 bulan akibat cedera, bukan pada Marc-Andre ter Stegen yang prima di Barcelona, berbuah kekeliruan fatal. Tiadanya pemain jangkar di lini tengah guna mengantisipasi serangan balik ialah prakondisi kebobolan-kebobolan dengan cara konyol. Meninggalkan Sane terus memantik debat sekalipun torehan sebutir asis dalam 12 laga cukup menunjukkannya tidak masuk skema.
Kali ini, tiada istilah Turniermannschaft, tim yang performanya membaik seiring berjalannya turnamen. Sebab Jerman keburu kehilangan kelas.
Auf wiedershen!
Loew sebetulnya baru memperpanjang kontrak pada Mei dengan status pelatih timnas bergaji tertinggi sekitar 3,3 juta paun. Dengan tragedi ini, kemungkinan besar dia segera mundur atau dipecat. Pelatih Jerman terdahulu dengan pencapaian minimal babak delapan besar saja, mesti tanggal jabatan. Apalagi sebatas fase grup? Belum lagi dorongan budaya malu bagi pimpinan telodor tanggung jawab, seperti CEO Volkswagen Martin Winterkorn pasca skandal emisi gas ataupun pimpinan parpol setelah hasil buruk pada pemilu.
Inggris gagal tampil di Piala Eropa 2008, sembari ulang-ulang kisah kejayaan 1966. Argentina era Lionel Messi gagal di final Piala Dunia dan dua final Copa America. Brasil sempat terguncang hebat kala tunduk 1-7 di Maracana oleh sang juara dunia. Uruguay belum segemilang era awal Piala Dunia. Sedangkan generasi emas Belgia baru bangkit dan butuh pembuktian.
Apakah kegagalan ini membuat Jerman butuh perombakan ulang atau "Das Reboot"? Memulai lagi tata kelola sepak bola seperti saat pasukan tua mereka melapuk di Piala Eropa 2000. Tampaknya melakukan perombakan drastis seperti itu terasa radikal. Toh kualitas dan kuantitas pemain tetap melimpah, juga belum sepenuhnya habis era tulang punggung timnas Piala Dunia 2014.
Sekarang waktunya bagi mereka untuk duduk dan merendahkan hati. Rehat sejenak dari obsesi berujung cercaan arogan. Berupaya pulih dari pedihnya kekalahan. Lekas kembali bertarung tangguh nan dominan, Jerman!