Mohon tunggu...
o n e t  b u r t o n®
o n e t b u r t o n® Mohon Tunggu... Wiraswasta - o l e h

Tukang Ojek. Tinggal di Denpasar Bali

Selanjutnya

Tutup

Humor

Humor: Tikus dan Obat Penenang

17 Juni 2022   13:10 Diperbarui: 17 Juni 2022   13:18 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merma'id mengendap-endap di balik rak bertingkat. Sedang mencari sesuatu. Sudah dua kali mengitari dua rak etalase yang saling memunggung.

"Mencari apa Pak?" tanya penjaga toko dari arah belakang.

"Anu..Bu...racun tikus. Di sebelah mana ya?" sahut Merma'id cepat.

Ibu setengah baya penjaga toko kelontong agak moderen, segera mengarahkan ke rak yang berbeda. Saat Merma'id akan mengambil racun dimaksud, pandangannya tertahan. Oleh tulisan yang dirasakan unik dan nyeleneh.

Tulisan berspidol gelap ditempel di dinding belakang dekat pintu bagian bawah. Hurufnya kecil-kecil tapi masih terbaca. Merma'id geleng-geleng kepala dan menyunggingkan senyum.

Menyadari tulisan unik itu terbaca oleh pengunjung, sang Ibu penjaga toko langsung mengacungkan jempol. Sembari berkata, "Kapan-kapan boleh dicoba Pak, lumayan..."

Belum selesai kalimatnya, seekor tikus besar santai melintas keluar dari bawah rak menuju pintu belakang.

Merma'id melongo. Ibu penjaga tersenyum tenang. Seperti tidak terjadi apa-apa. Tidak kaget apalagi meloncat meringkik. Seperti yang pernah terjadi di tempat kerja Merma'id. Jelas, baru saja ia melihat seekor tikus.

"Ah..Ibu tadi lihat tikus itu khan?" tanya Merma'id serius.

"Iya..tadi itu memang tikus. Tikus yang bodoh...," sahutnya ringan.

"Memang ada tikus pintar?"

"Iya, tentu ada...dia tidak mungkin mondar-mandir di sini...," sahutnya polos.

Merma'id tak ambil pusing. Ia melangkah cepat ke arah kasir. Kepalanya sempat dilintasi pertanyaan, "Apakah benar ada tikus pintar?"

***

"Sudah kau dapat racun itu? Cepat kau sebarkan di belakang ya...aku sudah muak dengan tikus-tikus itu," ujar Pak Bos pemilik toko roti dengan nada geram.

Merma'id adalah seorang pegawai yang bekerja di toko roti berseberangan dengan toko kelontong agak moderen. Rupanya tempat usaha di seputaran jalan itu mengeluhkan hal yang sama. Tikus banyak berkeliaran. Mungkin sedang musim beranak. Atau migrasi dari selokan besar dekat pasar.

Merma'id sebenarnya sudah bosan menghadapi tikus-tikus itu. Sudah berbagai cara dilakukannya. Semuanya atas perintah Pak Bos.

Mulai dari memasang perangkap, lem, hingga menyebar tiga ekor kucing. Semuanya tidak berhasil mengusir kawanan tikus itu. Bahkan setelah berapa lama, tikus-tikus justru berhasil menjalin persahabatan dengan ketiga kucingnya.

Merma'id sempat merasa ditelikung. Bagaimana tidak, setiap ada tikus, mereka justru main mata. Kucing tidak mengejar. Seakan kena suap. Dan terkadang mengedip dua kali seperti menunjukkan kalau sang kucing menyukai tikus.

Bahkan saking takutnya, Ibu Bos, sang majikan perempuan sudah beberapa hari tidak berani ke toko. Hari terakhir di toko, tikus sempat melintasi kakinya. Di saat sedang melayani pembeli. Dia berteriak histeris melengking seperti ringkikan kuda. Mengagetkan pengunjung toko.

Menyadari situasi semakin parah, Merma'id memberanikan diri memberi saran. Menerapkan cara seperti yang diterapkan oleh toko kelontong di seberang jalan.

Saat menjelaskan pada sang Bos, Merma'id berusaha meyakinkan. Kalau toko kelontong di seberang jalan itu walau juga ada tikusnya, orang di dalam toko itu seperti tenang saja. Tidak gusar menghadapi  tikus.

"Kau yakin itu akan manjur?" tanya Pak Bos sedikit ragu. Ia belum sepenuhnya memahami cara dan trik apa yang dimaksudkan Merma'id.

"Tentulah Bos. Saya yakin benar. Karena kapan hari saat beli racun tikus itu, saya melihat sendiri kejadian di sana, walau ada tikus besar, orang di sana malah santai saja dan tersenyum," sahut Merma'id mantap. Ia sejatinya sudah bosan mengurus tikus-tikus itu.

"Baiklah..kalau itu bagus, segera kau pakai cara itu. Urus sekarang juga. Aku sudah muak dengan tikus-tikus itu," sahut Pak Bos sambil berlalu.

Dengan cepat Merma'id menerapkan cara yang dipakai oleh toko kelontong agak moderen itu. Diingat-ingat setiap katanya. Dipasang di setiap pojok yang sering dilintasi tikus. Dan yang terpenting, ia menjelaskan cara kerja dari trik itu pada dua pegawai lainnya.

Keesokan harinya, toko roti buka seperti biasa. Pak Bos, Merma'id dan dua pegawai lainnya bekerja seperti biasa.

Sebelas menit berlalu, pegawai lainnya cepat mendesis memberi kode ke arah Merma'id. Kawannya menunjuk dengan tolehan bola mata. Seekor tikus sebesar anak kucing, santai melintas. Melihat itu, Merma'id mengangkat jempol. Kawannya geleng-geleng kepala. "Tikus yang bodoh..," gumamnya.
Merma'id dan dua kawannya kemudian mengangguk puas. Dan kembali bekerja.

Trik yang sejatinya tidak berhasil melenyapkan tikus, namun setidaknya membuat jiwa tenang. Iya semacam menemukan obat penenang. Mereka pun melakukan tos menyadari kondisi baru itu. Terbebas dari pusing kepala mengurus mahluk pengerat itu.

Selang beberapa lama, Pak Bos setengah berteriak, "Hei.. Masih ada tikus... Ma'id... Sini kau.. Mengapa masih ada tikus? Apa cara kau itu sudah kau pasang? Hah?mengapa masih ada tikus?"

"Iya Pak Bos. Cara itu sudah saya pasang. Itu... Tikus itu... Itu tikus bodoh Pak Bos.. Tenang saja.. Pak Bos... Masih banyak yang pintar. Dan pasti tidak akan berani masuk ke sini..yang bodoh hanya satu dua saja Pak Bos..agar dimaklumi Pak Bos," sahut Merma'id lancar.

"Hah? Apa kau bilang? Dimaklumi? Aku kau suruh maklum sama tikus? Apa-apaan kau ini?" gusar Pak Bos mendengar ocehan Merma'id.

Gusarannya berlanjut, "Mana? Cara apa yang kau pasang itu. Aku ingin lihat. Mengapa aku harus maklum sama tikus? Sudah gila kau ya? Mana coba aku lihat.. Apa yang sudah kau pasang?"

Dengan wajah merah, Pak Bos menyuruh Merma'id menunjukkan hasil kerjanya. Merma'id sigap menunjukkannya. Di pojokan ruang, di sudut lemari penyimpanan tepung, terpasang secarik kertas. Pelan-pelan Pak Bos menundukkan kepala dan mulai membaca tulisan yang tertera. Itu tulis Merma'id. Pegawai andalannya selama ini.

Pada secarik kertas itu tertulis, "Tikus dilarang masuk!! Awas!!"

Pak Bos tertegun. Menarik napas panjang. Sejurus kemudian, ditatapnya ketiga pegawainya satu persatu. Antara raut wajah kelelahan akan mengurus badai tikus, dan raut kebodohan seperti tak ada bedanya.

Kemudian Pak Bos berujar, "Ma'id, kalimat di kertas kau itu kurang lengkap. Pantas tikus yang bodoh-bodoh itu, masih masuk. Segera kau tambahi ya...," ujar Pak Bos. Kalimatnya terhenti. Seperti sedang memikirkan sesuatu.

Kemudian kalimatnya berlanjut, "Segera kau tambahi kalimat di kertas itu dengan,.....atau lengkapnya begini,..." Pak Bos diam lagi.

Kemudian, "Kau tulis ulang, " Tikus dilarang masuk! Awas! Kasi tau juga kawanmu yang bodoh itu. Kalau masih masuk juga, aku akan dipecat dari toko ini!"

Merma'id dan kedua pegawai saling pandang. Tak ada jawaban keluar dari mulut mereka. Dua ekor tikus yang sembunyi di balik lemari, mangut-mangut mendengar semua percakapan sang majikan dan tiga pegawai itu. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun