Dengan wajah merah, Pak Bos menyuruh Merma'id menunjukkan hasil kerjanya. Merma'id sigap menunjukkannya. Di pojokan ruang, di sudut lemari penyimpanan tepung, terpasang secarik kertas. Pelan-pelan Pak Bos menundukkan kepala dan mulai membaca tulisan yang tertera. Itu tulis Merma'id. Pegawai andalannya selama ini.
Pada secarik kertas itu tertulis, "Tikus dilarang masuk!! Awas!!"
Pak Bos tertegun. Menarik napas panjang. Sejurus kemudian, ditatapnya ketiga pegawainya satu persatu. Antara raut wajah kelelahan akan mengurus badai tikus, dan raut kebodohan seperti tak ada bedanya.
Kemudian Pak Bos berujar, "Ma'id, kalimat di kertas kau itu kurang lengkap. Pantas tikus yang bodoh-bodoh itu, masih masuk. Segera kau tambahi ya...," ujar Pak Bos. Kalimatnya terhenti. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
Kemudian kalimatnya berlanjut, "Segera kau tambahi kalimat di kertas itu dengan,.....atau lengkapnya begini,..." Pak Bos diam lagi.
Kemudian, "Kau tulis ulang, " Tikus dilarang masuk! Awas! Kasi tau juga kawanmu yang bodoh itu. Kalau masih masuk juga, aku akan dipecat dari toko ini!"
Merma'id dan kedua pegawai saling pandang. Tak ada jawaban keluar dari mulut mereka. Dua ekor tikus yang sembunyi di balik lemari, mangut-mangut mendengar semua percakapan sang majikan dan tiga pegawai itu. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H