"Nah itulah yang seharusnya terjadi. Cuma negara lambat hadir untuk melindungi rakyatnya dari preman liberandal itu," sahut si sales sembari melangkah meninggalkan Samudji.
"Negara lambat hadir? Ah tidak mungkin. Bukankah penyelenggara negara adalah orang-orang yang juga berdasi dan berparfum? Mandinya juga dua tiga kali sehari? Kakinya juga dibungkus sepatu yang mengkilap? Ah...boleh jadi...tapi...ah masa iya aku hidup di negeri berandalan?" gumam Samudji sambil memperhatikan si sales yang sudah berlalu dengan sepeda motor berstiker 'brankot' brandal kota. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H