"Bagaimana kalau pemerintah masih mengimpor sayur?" cuit seorang warganet.
"Jangan dibeli! Pakai sayur hasil sendiri!" sahut ibu Susi pendek dan tegas.
Kalau saja pak Marhaen mendengarnya tentu dia akan tersenyum mengiyakan. Menyetujui usul ibu Susi dua ratus persen tanpa tedeng aling-aling.
Memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia adalah kekuatan utama dari pikiran Marhaen. Berupaya sekuat tenaga tidak tergantung pada orang lain. Tidak tergantung pada bangsa lain.
Dimulai dari diri sendiri. Intinya adalah bergerak. Bergerak yang mengutamakan hasil untuk pemenuhan kebutuhan dasar hidup.
Bung Karno menjadikan Marhaen sebagai role model bangsanya adalah semata-mata agar di masa depan sanggup mandiri. Tidak tergantung kepada bangsa lain. Bahkan jikalau sanggup bertumbuh kembang, kenyataan sebaliknya tentu akan terjadi.
Dalam pandangan ideologi, Marhaen adalah borjuis kecil. Alat-alat produksi adalah milik sendiri. Tidak mempekerjakan orang lain. Tidak tunduk dengan seorang boss. Dia merdeka. Hasil yang diperolehnya adalah utuh miliknya. Tidak ada potongan satu sen pun oleh siapa pun.
Lingkup yang lebih luas tentulah sebuah negara. Sebuah pemerintahan. Bukankah kita sudah merdeka sejak 1945?
Berarti satu aspek sudah dipenuhi dan diwariskan oleh para pendiri dan pejuang bangsa. Tinggal dua lainnya. Merdeka akan alat produksi di seluruh negeri. Dan merdeka dengan bekerja sendiri. Mempekerjakan anak negeri.
Kalau itu sampai terjadi maka tentu kebutuhan dasar rakyat terpenuhi. Tidak sampai mendatangkan dari luar. Apalagi hanya sekedar sayur. Seakan kita hidup di negeri yang kekurangan tempat menanam.