Anas belum menyahut. Hardikan itu serasa menerjang hulu hatinya.
"Anu pak..saya..pak..," suara gemetar keluar dari mulut Anas yang kering. Jantungnya mulai memompa kencang.
"Anu Apa?.. Turun!!" pekik geram terdengar menyambar.
Anas segera turun dari sepeda. Keberaniannya seperti lenyap di kegelapan. Dia menunduk. Telapak tangan berkeringat. Sesekali mencoba mencuri lirik wajah lelaki itu. Gelap. Hanya uraian rambut yang terterpa cahaya bulan. Sosok itu terasa lebih tinggi.
"Dia bukan lawanku. Orang yang besar..," pikirannya menyerah kalah.
"Naik lagi!!" bentak lelaki itu.
Anas segera naik. Duduk di sadel.
"Jalan!!" bentakan berlanjut.
Anas mengayuh perlahan. Baru dua kayuhan,
"Brennntii...!! Turuun Kau!!"
Anas turun. Dengkulnya mulai gemetar. Lelaki itu mendekat. Sepintas lelaki itu mengenakan jaket bergambar tengkorak bordiran. Tertimpa cahaya bulan.