Mohon tunggu...
o n e t  b u r t o n®
o n e t b u r t o n® Mohon Tunggu... Wiraswasta - o l e h

Tukang Ojek. Tinggal di Denpasar Bali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memiles dan Kekaguman pada Seseorang

10 Januari 2020   20:54 Diperbarui: 10 Januari 2020   23:03 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hey..masih berapa banyak hutang Kau?" teriak seorang bapak setengah baya pada suatu malam dari seberang jalan. Sesaat setelah saya melambai padanya. 

Saya hanya bermaksud menyapa. Sebagai langganan yang terhitung rajin mengunjungi warung, bapak berkulit bersih itu sudah cukup lama tidak berkunjung. 

Awal-awal dia berkunjung, saya sempat begitu terpesona. Dia seorang keturunan Tionghoa. Terlihat dari matanya yang agak sipit dan berkulit putih bersih.

Mobilnya bagus. Selalu bersih berkilau. Keluaran terbaru. Setelan kerjanya rapi. Kencang seperti diseterika berulang kali. Kerahnya tegas berujung tajam. Berikat pinggang kulit yang pasti mempunyai harga tinggi. Jam tangannya, wah wah wah. 

Jangan ditanya aroma minyak wanginya. Belum pernah seumur hidup saya menghirup aroma itu. Indah bukan kepalang. Seperti lukisan, tidak tajam juga tidak gemulai. Aromanya sungguh menenteramkan. Seperti sanggup mengubah relung hidup kesunyian menjadi gumbira tak berkesudahan. Bahkan saya sempat tersipu sadar kalau isi laci kasir saya, tidak sanggup membeli hanya untuk setetesnya. 

Dan malam itu di depan warung, kekaguman saya bertambah lengkap. Dia, bapak itu meneriaki berapa sisa hutang saya. Sempat merinding. Hutang yang sedemikian besar akibat melesetnya perhitungan usaha dan ditambah dengan perlambatan ekonomi, seakan lunas seketika oleh karena teriakannya.

Tetapi itu cuma berlangsung satu dua detik saja. Iya, saya harus tetap dalam kondisi sadar. Mungkin itu hanya basa basi.

Bapak itu sempat mengetahui kondisi cash flow, aliran dana saya. Maklum, kedekatan kami dan kekaguman saya padanya, menyebabkan perbincangan sempat mampir ke mana-mana. 

Bapak berkulit putih bersih itu menuntaskan teriakannya. Dia segera menyeberangi jalan untuk menumpahkan sebuah berita gembira.

Sekali lagi dia mengulangi teriakannya dengan nada yang lebih rendah dan tetap terdengar ada ribuan semangat.

"Berapa sisa hutang Kau? Apa Kau mau segera lunas? Mudah itu. Sangat mudah. Hayo ikut caraku. Banyak yang sudah sukses. Banyak yang sudah menikmati hasilnya."

Saya terkesima mendengarnya. Berasa kena siraman air emas sejuk hingga dua kali. Sudah terpesona dengan orangnya, sekarang terkesima pula dengan celotehnya.

"Oh ya? Wah..bagus itu. Hutang saya? Ah..sudahlah Pak..tak bagus membicarakan itu keras-keras..hehe..," sahut saya pura-pura menjaga harga. Ada rasa ingin tahu terselip kuat. Cara apa yang dia tawarkan itu. 

Sayang malam itu dia tidak membawa gawai dengan maksud agar lebih mudah menjelaskan. Tetapi dia tetap memberondongkan kalimatnya.

"Kau pernah dengar Memiles? Ini aplikasi baru. Ada di Google. Kau bisa download. Nanti Aku yang mereferensikan Kau."

Penjelasannya berlanjut panjang lebar. Saya tekun mendengar. Tak satupun ada kata yang luput. Semuanya masuk segar ke telinga. Berikut tekanan dan lafal kata dalam kalimat-kalimatnya. 

Perlahan mulai terkuak apa itu Memiles. Walau tidak sepenuhnya paham, saya sudah bisa merabanya. Beruntung beberapa waktu sebelumnya saya pernah menjajal produk Google, AdMob. Adsense Mobile. Walau belum sampai memetik hasil, sedikit banyak membantu mengurai memperjelas kuliah malam itu. 

Ibarat seekor gajah. Saya sudah dapat membelai belalainya. Mengelus punggungnya. Juga mengusap-usap daun telinganya. Sudah pula dapat memperkirakan beringas tidaknya. Dan sudah tahu masuk golongan binatang apa. Dan yang terpenting, sangat jarang bahkan tidak ada satupun orang yang saya kenal, memeliharanya. Sampai di sini, akhirnya saya mengangguk-angguk dan sedikit menyunggingkan senyum.

Menurut saya secara garis besar, kasarnya Memiles ini semacam arisan berantai. Tetapi sudah lebih canggih. Lebih halus, samar. Di samping memunguti dana dari anggotanya yang tentu dengan iming-iming bonus, dia juga sebagai aplikasi penyedia jasa iklan online. Di media aplikasi partner Google. Pemasukan dari hasil iklan inilah yang digembar-gemborkan bukan seperti arisan berantai.

Memiles sungguh cerdas. Sanggup memberi kesan bisa menghasilkan dana milyaran dari iklan di berbagai media partner Google dari berbagai produk Google. Padahal tidak semudah itu. Tentu ini adalah trik menggamit pengikut yang sudah menyatu hidup bersama gawai.

Bapak sipit berkulit putih bersih itu masih membara dalam ulasannya. Berbunga-bunga memberi contoh orang-orang yang sudah dalam lingkaran nikmat. Sementara dia sendiri belum menikmati hasil dari sejumlah dana yang sudah disetorkan.

Dari bara semangat yang ditunjukkan, dan aroma minyak wangi yang menggugah itu, bisa saya terka berapa dana yang sudah disetor. Ini membuat saya merinding lagi. Apalagi saya sadar seberapa kemungkinannya hanya untuk sekedar balik modal.

Karena saya yakin OJK, Otoritas Jasa Keuangan tentu suatu saat akan mendeteksi usaha kumpul dana ini. Kalau Memiles mengantongi izin, tentu tidak masalah. Bagaimana kalau tidak? 

Malam itu berlalu lempeng. Tidak ada pertentangan berarti. Materi kuliah saya terima dengan sangat baik. Saya tidak memberi kepastian untuk ikut ataupun tidak.

"Wah ini sangat menarik. Tetapi saya mesti timbang dengan cermat. Kalau saya akan ikut tentu tidak ke mana-mana," ucap saya malam itu sebelum sang bapak mengepalkan tinju sebagai tanda kejayaan yang bertalu-talu.

Gayung Tak diharap Bersambut

Keesokan harinya, mendekati tengah hari, sang bapak berkulit putih bersih itu tergopoh-gopoh memasuki warung. Tangannya menggenggam gawai. Saya yang sedang duduk di gudang dari kejauhan melambai.

Baru dua langkah menjejak ubin warung, dia sudah berteriak. 

"Hey..hayo..berapa nomer Hp-mu? Agar bisa segera daftar." 

Entah dari mana datangnya pikiran, mulut saya serta merta menyahut, "Ah..tidak menarik Pak. Saya tidak jadi ikut. Biarlah saya berkelahi dengan cara sendiri mengatasi hutang-hutang saya itu."

Sempat kaget satu dua detik. Mungkin prediksinya meleset. Sigap dia berujar setengah berteriak, "Oh gitu ya.. Okay.. Jangan nyesel ya.." 

Dia langsung balik kanan. Langkahnya terlihat cepat dan panjang. Hilang di balik tumpukan beras.

"Ah..amaan...," pikir saya saat itu.

Selang dua minggu kemudian, beberapa hari dari tahun belia 2020, muncul kabar Memiles di media online. Seperti dilansir CNN Indonesia, Dari Jawa Timur diberitakan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur, berhasil membongkar kejahatan investasi bodong melalui aplikasi bernama Memiles. Dengan omzet ratusan milyar rupiah. 

Mata saya menerawang menembus keluar warung. Menjelajah langit biru. Ini sebenarnya sudah bisa ditebak. Sudah begitu sering kejadian seperti ini. Seperti tak pernah cukup pelajaran dan pengalaman masa silam.

Dia seperti jamur tumbuh subur di tengah ladang kebodohan. Kalimat-kalimat motivasi seperti lenyap enggan menampakan diri.

Tiba-tiba saya mendesis, "Practice what you preach," seperti ucapan Chuck Billy vokalis Testament yang akan nyinden pamer urat leher di Ancol Maret nanti. **

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun