Mohon tunggu...
Onessimus Febryan Ambun
Onessimus Febryan Ambun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Sarjana Filsafat IFTK Ledalero-Flores

Benedictvs Dominvs Fortis mevs qvi docet manvs meas ad proelivm digitos meos ad bellvm

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pandangan Arthur Schopenhauer tentang Dunia sebagai Kehendak dan Representasi

12 Januari 2023   18:19 Diperbarui: 12 Januari 2023   18:34 2451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arthur Schopenhauer (Sumber gambar: Pinterest - Jerome de Vries)

Dari pandangan Buddha, pandangan filosofis Schopenhauer dalam bukunya melihat bahwa hidup adalah penderitaan. Schopenhauer menolak kehendak. Apalagi dengan kehendak untuk membantu orang menderita.[8] Ajaran Schopenhauer adalah menolak kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, tetapi sejatinya Schopenhauer sediri takut dengan kematian.

Pandangannya tentang Dunia sebagai Kehendak dan Representasi

Schopenhauer menyebut kehendak (wille) menjadi representasi dari dunia. Dunia yang dimaksud di sini adalah noumenal world. Immanuel Kant, sang pencetus tesis dunia sebagai fenomena dan noumena, menyatakan ketidakmungkinan seseorang untuk mencapai realitas dalam dirinya sendiri (thing in-it-self). Menurut Schopenhauer, ketidakmungkinan seseorang untuk mencapai realitas tersebut bukannya tanpa solusi. Ia menyebut adanya "pintu belakang" untuk mencapai dunia noumena.

Menurut idealisme transendental Kant, manusia sebagai subyek, bukannya pencipta dunia pengalaman-pengalaman atau realitas, tetapi hanya pencipta syarat-syarat penentu terjadinya proses pengenalan atau pengetahuan. 

Pemikiran ini didasarkan pada kemampuan manusia yang memiliki akal budi yang memampukannya mencerap obyek sebagai fenomena. Karena manusia tidak akan dapat sampai pada pengenalan obyek sebagai noumena. Schopenhauer rupanya tidak puas dengan pemikiran Kant mengenai noumena. Schopenhauer kemudian mengembangkan pemikiran Kant. Ia bertitik tolak dari pemikiran Kant tentang dunia sebagai obyek. 

Obyek (dunia) hanya ada untuk pengetahuan subyek dan karenanya seluruh dunia diartikan hanya sebagai obyek dalam kaitannya dengan subyek, persepsi dari yang mempersepsi, dan singkatnya adalah ide.

Apabila dilihat secara khusus, menurut Schopenhauer, kehendak merupakan "desakan kuat yang tidak sadar, buta dan tidak bisa dihentikan." Kehendak memerlukan pemuasan sepenuhnya secara terus-menerus. Begitulah seterusnya sampai tidak berhingga. Namun justru pemuasan sepenuhnya dan tidak berhingga inilah yang tidak mungkin tercapai. 

Keadaan ini menyiksa dan menyebabkan berbagai penderitaan dalam hidup. Bagi Schopenhauer, kehendak adalah sumber penderitaan dan karena kehendak mewujudkan dirinya dalam semua bidang kehidupan, maka kehidupan itu sendiri adalah penderitaan. Di sini, ia juga menolak kehendak untuk membantu orang menderita. 

Baginya, kehendak untuk membantu orang juga tidak akan pernah terpuaskan, karena ketika manusia membantu sesamanya yang menderita, kehendak itu tidak akan terpuaskan, ia tidak akan dapat melepaskan diri dari kehendak itu sehingga ia akan mengalami penderitaan terus menerus. Dengan demikian, Schopenhauer sejatinya menolak sikap bela rasa. Tidak heran jika filsafatnya sering disebut sebagai filsafat pesimis-egoistis.

Bagi Schopenhauer, penyebab suatu penderitaan ialah kehendak untuk hidup itu sendiri. Kita menderita karena disiksa dan dirongrong oleh tuntutan-tuntutan kehendak untuk hidup.[9]  Ada dua hal yang menjadi pertimbangan manusia, yaitu apakah ia hendak menyetujui kehendak (Bejahung des Willens) atau penyangkalan kehendak (Verneinung des Willens).[10] Ketika manusia justru menghendaki untuk memilih menyetujui kehendak, ia masuk ke dalam jurang penderitaan. Ia tidak pernah akan mengalami kepuasan, tetapi seperti kata Schopenhauer ia akan "keluar dari satu penderitaan untuk masuk ke penderitaan yang lain." Sedangkan jalan kedua yang ditawarkan ialah menyangkal kehendak. Satu-satunya solusi yang membawa manusia keluar dari penderitaan ialah menyangkal kehendaknya sendiri. Saat itulah ia mengalami sebuah pembebasan dari penderitaan.

Sejatinya, cara pemikiran Schopenhauer ini menarik. Namun, tetap saja memiliki kesalahan. Masalah dalam filsafatnya berkaitan dengan pandangannya atas pengetahuan tentang prinsip individuasi. Menurut Schopenhauer, berkat pengetahuan inilah manusia sadar bahwa dirinya adalah sama dengan semua makhluk hidup lain (dasar dari sikap bela rasa) sehingga dia tidak perlu memutlakkan diri dengan keinginannya (dasar sikap mati raga atau penyangkalan diri). Tanpa pengetahuan ini, manusia tidak akan mengalami pencerahan dan tetap berada dalam kegelapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun