Pada tahun 1820, ia menulis sebuah buku yang sebuah buku yang berjudul "Dunia sebagai Kehendak dan Representasi". Dalam buku tersebut tersimpan gagasan-gagasan besar yang menjadi pokok pemikiran Schopenhauer.Â
Setelah menulis buku tersebut ia menjadi pengajar di Universitas yang sama dengan Hegel di Berlin. Setelah kalah pamor dari Hegel, Schopenhauer mengundurkan diri dari universitas dan kemudian menghabiskan sebagian besar hidupnya sendirian di Frankfurt, ia meninggal dunia di sana pada tahun 1860.[3]Â
Pengaruh Kant, Hegel, dan Budhisme dalam Filsafatnya
Dalam pandangan filsafatnya yang termuat dalam buku "The World as Will and Representation" (Die Welt als Wille und Vorstellung), Schopenhauer pertama-tama sangat dipengaruhi oleh filsafat Immanuel Kant, Hegel, dan juga pandangan Buddha.Â
Pemikiran Kant tampak mempengaruhi pandangan Schopenhauer yang melihat dunia sebagai ide dan kehendak.[4] Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbatas pada apa yang dapat dicerna oleh pancaindra (phenomena), sehingga benda-pada-dirinya-sendiri (noumena atau das Ding an sich) tidak pernah bisa diketahui manusia.Â
Misalnya, apa yang manusia ketahui tentang pohon bukanlah pohon itu sendiri, melainkan ide setelah pohon itu dipahami oleh pancaindra. Schopenhauer mengembangkan pemikiran Kant tersebut dengan menyatakan bahwa benda-pada-dirinya-sendiri itu bisa diketahui, yakni "kehendak".[5]
Selain Kant, Hegel juga mempengaruhi Schopenhauer dengan idenya tentang fenomenologi roh. Sebelumnya, filsuf terkemuka Hegel telah mempopulerkan konsep Zeitgeist, ide bahwa masyarakat terdiri atas kesadaran akan kolektifitas yang digerakkan di dalam sebuah arah yang jelas.[6] Hegel jelas sekali menekankan aspek rasionalitas di sini.Â
Bagi Hegel, kebenaran harus disamakan dengan keseluruhan, dengan kesatuan segala sesuatu yang ada. Idealismenya kemudian diletakkan dalam pandangannya "segala yang rasional adalah real dan segala yang real adalah rasional."[7] Hegel meletakkan gagasan idealisme pada rasionalitas.Â
Dengan demikian, realitas dipahami sebagai roh absolut di mana fenomena lahiriah yang mendapat pemaknaan merupakan produk rasio manusia. Schopenhauer dalam hal tersebut berseberangan dengan Hegel.Â
Ia tidak sepakat dengan pemikiran Hegel bahwa realitas itu rasional. Menurut Schopenhauer, dasar dari realitas adalah irrasional dan buta. Ia bukanlah kesadaran, melainkan ketidaksadaran. Schopenhauer menamakannya sebagai kehendak. Kesadaran dan rasio berada pada tataran permukaan saja, tetapi kehendak menjiwai segala sesuatu dan menjadi dasar dari segala sesuatu.