Fakta menguatnya pasar AS, yang disinkronisasikan dengan peningkatan suku bunga, menstimulasi bagi investor yang memiliki dana besar untuk menanamkan uangnya ke negara yang dinilai pertumbuhannya cukup tinggi.
Secara ekonomi-politik, aliran dana investasi ke AS menjadi landasan terhadap meningkatnya nilai dolar AS dan menjadikan AS sebagai tujuan yang lebih menarik bagi investor global. Hal ini sekaligus mengubah tatanan ekonomi dunia yang berdampak ke seluruh negara, baik di sejumlah negara maju maupun negara yang tergolong emerging market, termasuk Indonesia.
Hal ini sekaligus mengubah tatanan ekonomi dunia yang berdampak ke seluruh negara, baik di sejumlah negara maju maupun negara yang tergolong emerging market, termasuk Indonesia.
Mencermati melemahnya nilai tukar rupiah tidak terlepas dari adanya efek penularan (contagion effect) dari gejolak lingkungan ekonomi global. Situasi ekonomi yang masih menantang ini diperkirakan dapat memberikan dampak negatif terhadap negara-negara berkembang, khususnya Indonesia hingga memasuki tahun politik pada 2019.Â
Kebiijakan normalisasi moneter dan kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve atau kerap disebut The Fed (Bank Sentral AS), serta perang dagang dengan Tiongkok dipastikan akan berimbas negatif pada banyak negara, termasuk negara berkembang.
Beberapa negara yang memiliki fondasi ekonomi rentan serta mempunyai kebijakan ekonomi tidak konsisten dengan fundamental ekonomi juga telah mengalami krisis, seperti Turki, Argentina, hingga Venezuela.
Melemahnya nilai tukar seperti rupiah kembali terjadi, sebenarnya diawali saat Turki mengalami krisis ekonomi pada akhir Agustus 2018.
Melemahnya nilai tukar seperti rupiah kembali terjadi, sebenarnya diawali saat Turki mengalami krisis ekonomi pada akhir Agustus 2018. Sejumlah nilai mata uang negara-negara berkembang di seluruh dunia telah mengalami penurunan dan para investor asing mulai menarik diri.
Kecenderungan melemahnya mata uang ini menular mulai dari Afrika Selatan hingga Indonesia. Bahkan Argentina, yang mulai stabil setelah krisis pada awal Januari, kembali mengalami guncangan ekonomi yang kini berada pada mode darurat dengan meningkatnya suku bunga menjadi 60%. Demikian halnya mata uang peso juga merosot 45% pada 2018 dan anjlok lagi 24% pada awal September ini.
Fenomena kondisi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, pada dasarnya tidak hanya dapat dilihat dari sisi kondisi domestik yang mencakup adanya kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik untuk kebutuhan pembayaran impor, utang luar negeri, dan dividen yang terus meningkat, serta dampak tensi politik terkait dengan pemilu menjelang pilpres 2019. Tetapi juga didorong dan ditentukan oleh dampak dinamika ekonomi-politik global.