Arman, lelaki berusia 25 tahun yang memiliki segalanya. Bagi seukuran lelaki, tampang Arman terbilang tampan. Terlihat kalem tapi garang. Ah, bagaimana melukiskannya ya? mungking saking tampannya.Â
Paling mudah mengukur ketampanan katanya melalui pujian lawan jenis. Semakin banyak perempuan yang memuji, bisa dikatakan dia sosok lelaki yang tampan. Mudah bukan? ya, buat apa mengukur menggunakan parameter yang sulit.
Kembali ke Arman. Wajah tampan, tubuh sedikit atletis, perawakan tinggi, kulit bersih, selalu tercium parfum wangi yang menggoda hidung perempuan, dan satu lagi, dia belum punya pacar. Hati perempuan akan bergumam "Lelaki impian pendamping hidup." Benarkah? entahlah, terkadang perempuan sulit ditebak. Wajah biasa-biasa malah dianggap ganteng. Wajah penuh belas kasihan malah dianggap baby face.Â
Pun demikian banyak pula perempuan abai dengan wajah. Katanya, "Makan tuh wajah." Repot kan? Ada pula perempuan yang berharap kekasihnya biasa-biasa saja. Ukuran standar, yang penting berani. Jangan sampai diolok begini: "Ganteng doang, nganter cewek depan gang." Nah, yang ini lagi viral.
"Siapa sih Arman?" Nora penasaran. Mahasiswa kedokteran yang baru lulus dokter muda ini akhirnya tergoda juga untuk mengetahui siapa Arman. Tak salah jika Nora penasaran. Sebab, hampir semua teman-teman di kontrakan saling menceritakan Arman.Â
"Dia makhluk keren di kontrakan sebelah" bisik Winda teman akrab Nora.
"Haaaahhh??? masak sih, kuper banget ya aku ini?" Nora keheranan. Selama ini ternyata dia sendiri yang tidak tahu menahu soal Arman. Lelaki pujaan penghuni kontrakan perempuan.
"Dia juga masih jomblo gaesss...." sahut Katrin sembari mengerdipkan matanya.
"Juga tajir melintir gaesss, anak sultan gaess" tambah Kikan yang selalu berharap mendapat pacar anak sultan.
Ramai nian ruang tengah kontrakan itu. Lima perempuan suaranya seperti segudang saja. Mereka rata-rata mengenakan pakaian tidur warna putih dengan belang-belang warna biru tua dan hitam. Pakaian tidur yang lagi viral pula.
Satu persatu perempuan-perempuan itu stalking (menguntit) akun instagram Arman. Ada saja yang menjadi bahan obrolan serta canda tawa. Seluruh perkiraan telah dikeluarkan. Menguliti Arman luar dalam, meski sebatas melalui akun instagramnya belaka.
Ketika malam beranjak, mata mereka mulai mengantuk. Lelah berjam-jam stalking serta bermain Tik Tok, akhirnya membiarkan ponsel-ponsel manja diisi tenaga. "Lanjut besok gaess...uaaahhh" sapa Tami di ujung selimut yang mulai menutupi tubuhnya.
-----*****-----
Kereta api hendak berangkat. Arman masih terasa berat melepas tangan Nora. "Janji ya, selama di Jakarta jaga hatimu tetap untukku" bisiknya sangat berharap. Seolah Nora sudah paham. Ia angkat dua jarinya setinggi pundaknya. "Aku janji." Barulah perlahan Arman melepas kepergian Nora menuju Jakarta. Peluit panjang petugas kereta api memisahkan dua sejoli yang baru saja "jadian."
Tak ada yang menyangka dari stalking akun instagram akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih, resmi pacaran. Lagi pula teman-teman Nora mendukung semua. Cinta kadangkala seperti hujan, bukan derasnya yang dibenci, tapi waktu jadian dengan Arman, semua jemuran Nora sudah diangkat Tami, teman satu kamar yang setia mendukung jadian Nora melawan Arman.
Maka, Tami membiarkan Nora menemui Arman di ruang tamu. Kira-kira ini kunjungan ke dua belas kalinya setelah sebelumnya Arman mentraktir teman-teman satu kontrakan membelikan bakso Kang Dul yang asli daging sapi. Bahkan Arman juga pernah pesan makanan melalui aplikasi online untuk perayaan ulang tahunnya. Penghuni kontrakan akhirnya menjadi senang. Arman dibiarkan jadian dengan Nora.
Padahal sejatinya siapa yang tak kenal Nora? ya tentu orang-orang diluar kontrakan. Jelaslah. Gimana sih? Nggak begitu, sebenarnya Nora itu perempuan yang baru putus pacar. Hanya saja, seluruh teman-temannya mendukung untuk segera mencari pengganti. Mengapa? tidak perlu bertanya mengapa jika setiap perempuan itu sudah bosan dengan curhatan Nora. Bilang tidak mau tapi selalu menyebut namanya. Bilang pasrah tapi cerita kenangan di tempat-tempat instagramable.
-----*****-----
"Aku balik besok sayang, jemput di stasiun ya" pesan Nora di ponsel Arman. Nampak sekali binar bahagia wajah Arman. Bertemu kekasih adalah keindahan yang hanya bisa dijumpai saat usia pacaran masih belia. Tak ada yang mampu menggantikan, walau dengan uang sekoper. Jangankan panas terik, badai hujan yang menumbangkan pohon-pohon besar saja tak ada artinya ketika kekasih minta dijemput.
Melesatlah Arman melebih kecepatan jam dinding. Kereta api diperkirakan tiba pukul dua siang. Namun, Arman sudah duduk menunggu sejak jam satu siang. Satu jam sebelumnya. Apa coba yang membuatnya seperti itu? karena cinta? karena kangen? Bukan. Bukan keduanya. Nanti saja kau akan tahu jawabannya.
"Kalau kau tak segera datang, aku akan mati di kursi tunggu ini" balasan pesan Arman ketika jam dinding menunjuk angka tiga sore. Memang ada pengumuman bahwa kereta api mengalami keterlambatan. Namun Arman tak menghiraukan pengumuman melalui pengeras suara itu. Pikirannya hanya terpaku pada kedatangan Nora, kekasihnya.
Pesan itu lama tak dibalas Nora. Juga tidak segera centang dua. Mungkin kereta api yang ditumpangi sedang menunggu antrian rel. Mungkin juga saat berhenti di suatu stasiun ponsel Nora sedang sulit sinyal (bukan susah sinyal ya...).
Arman mulai gelisah. Ada setitik emosi sedang merayap naik ke ubun-ubun. Perlahan namun pasti, Arman memendam amarah. Berbagai bisikan sedang merongrong telinganya. "Aku kesal menunggumu, coba kau yang menunggu, pasti akan bosan" batin Arman berkali-kali.
-----*****-----
Sepanjang perjalanan ke kontrakan Nora, Arman belum bisa meredakan amarah. Ia tak terima alasan kereta api yang terlambat. Ia juga tak terima alasan Nora kesulitan sinyal ponsel. Ia hanya curiga dengan lelaki yang mengajaknya berjabat tangan setelah turun dari kereta api. Meski hanya teman kampus untuk apa dikenalkan segala? untuk apa diajak berjabat tangan segala? untuk apa? Arman tak mengucap sepatah kata pun. Bahkan sampai pulang dari kontrakan Nora.Â
Malam itu ruang tengah kontrakan menjadi ramai. Semua penghuni saling mengeluarkan alasan. Tentu mereka akan membela kaumnya. Membenarkan Nora dan menyalahkan Arman. Perlahan perempuan-perempuan itu mulai menyimpan anggapan sinis dalam hati, "Ah, ternyata Arman nggak asyik, suka emosi."
-----*****-----
Perjalanan asmara Arman dengan Nora hanya berjalan setahun. Nora tak bisa mencegah kata putus dari bibir Arman. Gara-garanya Arman selalu mengancam bunuh diri jika dirinya berjalan dengan lelaki lain. Padahal selama ini hanya teman-teman kampus saja yang bertandang ke kontrakan Nora. Itupun dalam rangka mengerjakan tugas. Apalagi teman lelaki Nora sudah memiliki pacar semua.
"Kalau kau selingkuh, maka aku akan bunuh diri" pesan Arman yang masih tersimpan di ponsel Nora. Pesan posesif dan pesimis yang lama-kelamaan membuat Nora menjadi ragu, "Masak jadi lelaki begitu sih?"Â
Tapi bukan perempuan namanya jika bertahan karena satu alasan unik. Demikian juga Nora. Ia beranggapan mungkin saat ini Arman masih belum dewasa. Nora yakin, suatu saat Arman akan berubah. Benarkah?
Itulah mengapa Nora membiarkan saja saat Arman memutuskan jalinan kasih. Lebih baik diputus daripada memutus, penyesalannya cepat sirna, demikian kata teman-teman Nora di kontrakan. Memang meleset perkiraan Nora. Ia pikir Arman akan berubah seiring berjalannya waktu. Ternyata tidak demikian. Arman tetaplah sebagai lelaki posesif terhadap Nora. Arman juga pesimis memandang masa depan bahwa Nora adalah perempuan yang akan menjadi ibu dari anak-anak Arman.
-----*****-----
Setelah putus dari Arman, teman-teman Nora tak lagi menggubris Arman. Perempuan selalu begitu. Kompak dalam urusan patah hati teman-temannya. Namun tidak semua begitu. Tami contohnya. Teman akrab sekamar Nora ini masih stalking akun instagram Arman.
Tami tahu kapan saat Arman menghapus foto-foto kemesraan saat masih bersama Nora. Tami juga tahu kapan Arman memblokir akun Nora. Bahkan, Tami juga tahu siapa pacar baru Arman yang baru saja diunggah di akun instragram. Namanya Resti. Seorang perempuan yang berprofesi sebagai polisi wanita (polwan).
Gemparlah seisi kontrakan. Tapi tak segempar saat pertama kali Nora menyatakan bahwa ia jadian dengan Arman. Penghuni kontrakan hanya mencibir kepada Arman yang akhirnya jadian dengan Resti.
Mereka tahu bagaimana sifat Resti dibalik wajahnya yang manis itu. Perempuan yang pernah kontrak di sebelah itu sebenarnya terkenal garang, tomboi dan pernah ikut resimen mahasiswa. Maka jika saat ini menjadi polwan sebenarnya sah-sah saja. Pantas gitu lo.
"Hahaha...mau posesif sama Resti??? rasain kau Arman!" cibir perempuan-perempuan itu. Jiwa perempuan mereka seolah terwakili Resti yang kali ini akan mendampingi Arman menjadi pacarnya.
Benar saja, beberapa hari kemudian status Arman sempat diunggah. "Daripada putus, lebih baik aku mati saja." Demikian status Arman itu menjadi bahan gunjingan seisi kontrakan Nora. Mereka tertawa campur sinis. Tak henti-hentinya berbagai cibiran terus berbuih dari bibir-bibir tanpa lipstik itu.
"Aku akan membantumu! belum tahu rasanya pistol polwan ya?" jawab Resti di kolom komentar.
Membaca komentar itu serempak teman-teman Nora berkata: "Alaaayyyy"
SINGOSARI, 3 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H