"Hei lawanmu kan sudah tua, sekalian aja ini kutambah, semuanya sepuluh dollar, gimana?" sahut Karman.
     "Hahahahaha, kau memang terbaik sobat, mana uangnya" pinta pejudi itu dengan kepala sempoyongan.
     "Bukankah kau Karman? kau cucuku?" kata orang tua yang menjadi lawan pejudi itu.
     "Kau siapa?" tanya Karman penasaran.
     "Kau memang cucuku yang paling gila, aku kakekmu tahu?" sahut orang tua itu yang ternyata kakek Karman sendiri.
     "Kakek? memangnya kakek tinggal dimana?" tanya Karman.
     "Disana, dibawah sana, lihat itu! sebentar lagi kita pulang kesana" jelas kakek Karman.
     "Aku tidak sudi tinggal di lapangan berapi itu, aku punya teman Izazil yang rumahnya dari permata" elak Karman.
     "Kau sudah jadi anggota Izazil cucuku, nanti kita tinggal di neraka itu. Biasanya Izazil akan pulang kesana juga. Hari ini ia masih bertugas di dunia" pungkas kakek Karman.
Gelap merayap di tubuh Karman, kakinya terasa hangat, lalu memanas dan mendidihkan sekujur tubuhnya. Lalu tubuh itu utuh lagi. Mendidih lagi. Utuh lagi dan begitu seterusnya. Ia menyesali diri, sebab selama di neraka itu Izazil hanya sibuk mondar-mandir mengajak satu persatu manusia durjana mendiami neraka. Dirinya tak digubris lagi. Bahkan kakeknya menginjak-injak kepalanya karena selalu ingin naik ke permukaan neraka.Â