Bekas tempat tinggalmu telah didirikan Pos Kamling. Tiap malam, tiga sampai lima orang secara bergiliran berjaga. Ada hiburan di pos kamling yang membuat kami kerasan. Ada televisi, ada peralatan untuk membuat kopi. Ada papan permainan karambol serta alat keamanan.
Malam ini aku tak bisa tidur. Penjaga di pos kamling mulai undur diri. Jam dinding yang terpasang di pos kamling menunjuk angka dua dinihari. Angin malam terus mengancam tubuhku. Kulilitkan sarung di leher. Kudekapkan kedua tangan di depan dada. Jaket tebal dan kaos kaki membuatku bertahan. Aku sendirian di pos kamling itu, menunggu seseorang yang janjian membeli arlojiku. Aku tak mau seorangpun tahu transaksi jual beli ini. Tepat jam setengah tiga dinihari datanglah seorang lelaki dari utara menghampiri pos kamling.
"Maaf terlambat" kata lelaki asing itu.
"Nggak papa, ini arlojinya, mana uangnya?"
"Ini, lima puluh ribu"
"Hei, tadi katanya seratus ribu, sini kembalikan, nggak jadi kalau lima puluh ribu"
"Kau curi arloji ini dari bedakku puluhan tahun silam, bahkan kau lupa di pos kamling ini aku pernah tinggal serta mengawasi gerak-gerikmu mendongkel pintu lalu mencuri arloji"
Mendadak tubuhku bergetar. Setumpuk beku mendekap tubuhku. Aku tak bisa bergerak. Mencoba balik bertanya dengan penuh gemetar.
"Ka...kau...kau ses..sesia....ssiappa?"
"Aku Kakek Dirman, kau lupa?"
Aku melompat sekuat tenaga. Rasanya seperti terlepas dari ikatan dan tubuhku terlontar setengah terbang.