Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arloji

5 September 2020   15:43 Diperbarui: 5 September 2020   18:01 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nggak perlu, ini seratus ribu ya Kek, arlojinya langsung saya pakai aja." Pedagang itu langsung meraih arloji dari tanganmu. Ia puas memandangi lengannya. Tampak serasi menurutnya. Apalagi lengannya kekar dan hitam. Sementara arloji itu berwarna pink. Kau pun tak sempat membalas percakapan. Bagimu ini rejeki nomplok, dan kau benamkan uang itu sedalam-dalamnya di sakumu yang berisi recehan. 

"Alhamdulillah, bisa buat beli gula dan kopi" batinmu sorak kegirangan.

"Wah masih bau cewek Kek, ini bar arloji ajib." pungkas pedagang telur terus memuji-muji arloji itu. Kau hanya mengangguk dan tersenyum kecil.

---------- ********** ----------

Waktu terus merayap di sekujur tubuhmu. Detak jantungmu selaras dengan arloji yang kau perbaiki. Namun tidak dengan penglihatanmu. Kaca pembesar itu hanya membesarkan angka-angka arloji. Angka-angka yang terus menambah usiamu. Sedangkan untuk gir, roda putar, baut dan pegas terlihat kabur. Lampu belajar yang kau beli dari pasar loak pun tak mampu lagi menerangi penglihatanmu. Bukan karena saklarnya yang sudah kau ganti, tapi gara-gara lampunya hanya 25 watt. Sebab tetanggamu hanya memberi jatah sebanyak itu. Itu pun gratis, dan menerangi kamar serta dapur kecilmu.

Bersyukur semua pekerjaan dapat kau selesaikan. Kau memang ahli dalam memperbaiki arloji. Malam ini kau telah membahagiakan seorang bocah yang rewel tak mau berangkat sekolah. Pasalnya arloji bocah itu tiba-tiba tak bersuara dan tak berkedip lagi lampunya sebagaimana film-film robot di televisi.

"Berubah...., kau akan menjadi Kakek....hiyaaaak....wuuush, teng...teng...wuushh" celoteh bocah itu tak mempedulikan ibunya membayar ongkos perbaikan arloji.

"Ini kembaliannya" katamu.

"Wah masih ada kembaliannya?" seloroh ibu dari bocah itu kegirangan. Uang kembalian itu langsung dijebloskan kedalam dompet kecil dengan resleting dan berlogo toko emas.

---------- ********** ----------

Kini, semenjak kau meninggal. Orang-orang mulai melupakanmu. Tak ada yang mencabuti rumput di kuburanmu. Kau benar-benar dilupakan. Termasuk aku juga. Tak ada lagi percakapan membahas tentangmu. Orang membeli arloji dengan mudahnya. Di toko arloji maupun beli secara online. Jika rusak banyak pula tukang arloji yang mampu memperbaiki. Tempat tinggalmu pun dibongkar oleh pemilik rumah yang telah berbelas kasih puluhan tahun. Seluruh isi kamarmu telah dijual ke tukang loak. Dipan kayu, kursi bambu, meja kerja dengan laci dipenuhi onderdil arloji, lampu belajar, termos, panci, kompor, lemari dan sekotak arloji bekas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun