Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arloji

5 September 2020   15:43 Diperbarui: 5 September 2020   18:01 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kau juga tak mungkin berlama-lama di pasar. Bedak kecilmu semakin nampak kecil dibanding bedak-bedak baru yang lebih besar. Lebih terang dan dipenuhi dengan arloji-arloji yang modern. Sebelum senja, seluruh tulang belulangmu telah kau ungsikan ke sebuah gang kecil yang disekat menjadi kamar. Demikianlah waktu terus berulang antara pagi, siang dan malam. Namun ketahanan tubuhmu seperti arloji usang. Tubuhmu mulai tak kuasa menahan dingin, cepat lelah dan angin terus menerjang wajamu setiap detik.

Kau susuri jalanan yang ramai oleh kendaraan. Lalu, jika kau berhenti dan menoleh ke kanan kiri sepertinya Tuhan tak tinggal diam. Selalu saja ada orang yang dikirim Tuhan untuk menjawab keresahanmu.

"Kakek mau menyeberang?" tawar seorang bocah yang tangannya membawa sebuah layang-layang.

"Ya Cu, minta tolong diseberangkan ya?" jawabmu dengan sukacita.

"Sebentar ya Kek, saya minta bantuan tukang becak itu, sebab saya juga takut menyeberang. Kakek tunggu disini dulu ya" celoteh bocah itu lalu pergi menghampiri tukang becak.

Akhirnya sampailah kau di tempat tinggalmu. Tempat tinggal yang hanya memiliki satu pintu, satu jendela, satu kamar, satu dapur sekaligus kamar mandi. Ada satu lagi barang berharga yang sudah kau miliki sebelum menikah, yaitu radio tua dengan knop putar dari bekas roda mainan anak-anak. Radio yang sering memutar gamelan-gamelan Jawa itu cukup berjasa saat kau memperbaiki arloji-arloji yang rusak. Satu persatu arloji hidup kembali setelah sesaat yang lalu sempat pingsan. Suatu keahlian yang dianugerahkan Tuhan kepadamu. Oleh karena itu kau sangat bersyukur memiliki keahlian itu.

---------- ********** ----------

Suatu siang kau sedang memperbaiki arloji. Bedakmu tidak seramai bedak-bedak lainnya. Meski begitu pedagang lain seringkali bermurah hati kepadamu, sehingga kau bertahan. Bukan hanya itu saja, tentu pula keberuntungan yang tak dinyana. Seperti hari ini, seorang gadis tiba-tiba menghampirimu.

"Kek, ini kukasih arloji, terima saja, aku baru putus dari pacarku. Terserah mau dijual atau diapakan, persetan dengan masa lalu. Permisi Kek" seloroh gadis itu buru-buru tanpa memberi kesempatan jawaban sepatah kata. Sementara kau masih terbengong dengan kejadian yang baru saja berlalu. Wajahmu berubah bahagia. Gigimu sedikit menyembul diantara bibirmu yang bergetar. Apalagi pedagang telur tiba-tiba menghampirimu.

"Wah lumayan Kek, saya beli ya?" kata pedagang telur.

"Silahkan, halal ini. Kelihatannya masih bagus. Apa perlu saya bersihkan dulu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun