"Hueeeeekkk"
Mendadak Kasrun muntah lagi. Seluruh isi perutnya tercecer di pinggir trotoar. Baunya langsung meruar di sekitar warung.
"Duh mimpi apa semalam, lagi makan ketemu orang gila" kata Burhan tetangga Kasrun.
"Maaf Han, ada air nggak? saya siram aja ke jalan" pinta Kasrun sembari celingukan mencari seember air yang biasa digunakan untuk cuci piring.
"Aduh Run, lain kali kalau mau muntah jangan dekat sini, bikin warungku ambyar" bentak bi Inah pemilik warung.
"Ya...ya, maaf bi" balas Kasrun sembari mengembalikan ember.
"Eeee, sana carikan air, buat cuci piring mana?" bi Inah semakin geram saja lihat embernya kosong.
Dengan langkah gontai Kasrun membawa ember itu ke sumur dimana bi Inah sering mengambil air untuk mencuci piring.
Sementara itu, suasana warung telah sepi ditinggal pengunjung. Burhan dan kawan-kawannya melunasi makan nasi dengan sayur asam lauk ikan asin. Mereka bergegas meninggalkan bi Inah yang masih gemas dengan tingkah konyol Kasrun.
Kasrun adalah anak tunggal dari seorang janda yang kini bekerja sebagai pencatat meteran listrik. Bu Surati nama janda itu. Suaminya sudah meninggal sepuluh tahun lalu saat kecelakaan kerja perbaikan sutet listrik. Sebagai gantinya Kasrun dimasukkan ke kantor PLN sebagai tukang pencatat meteran. Sebab Kasrun tidak memiliki keahlian yang dimiliki bapaknya.
Ketika pandemi seperti ini, Kasrun hanya luntang-luntung di rumah. Meteran listrik dilaporkan dari rumah pelanggan secara mandiri.