Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Bisa Dilakukan Saat Tetangga di-PHK?

30 April 2020   22:14 Diperbarui: 30 April 2020   22:29 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Besok nggak ikut May day mas?" tanyaku pada tetangga.
"Waduh mas, pabrik mau tutup, nggak mikir demo mas" jelas tetanggaku.
"Lho, apa ada PHK atau gimana mas?" selidikku ingin tahu lebih jauh.
"Kayaknya beberapa dirumahkan mas" pungkasnya dengan mimik sedih.

Coba bagaimana perasaan anda ketika ada tetangga yang hari ini bersiap-siap untuk dirumahkan? Meski saya sendiri belum tahu jelas apa maksud tetangga dengan kata "dirumahkan".

Apakah akan ada PHK atau hanya berhenti bekerja sementara. Saya tidak berani memburu tanya terus, sebab saya juga tak ingin mengganggu pikiran tetangga saya. Wajahnya sudah kusut, ini sudah akhir bulan, besok libur peringatan hari buruh. Ditambah lagi bulan depan akan lebaran. Kendati hanya di rumah saja, lebaran adalah kebahagiaan bagi umat Islam.

Tetangga saya lalu masuk ke dalam rumah. Tidak seperti biasa, pulang jam empat sore. Biasanya kalau lembur bisa sampai jam sepuluh malam. Saya jadi teringat percakapan saat bersih-bersih makam sebelum bulan puasa tiba. Tetangga saya bercerita bahwa barang rakitan yang akan di ekspor ini adalah sisa stok tiga bulan lalu. Artinya barang rakitan itu sudah menunggu antrian pada bulan Desember 2019 lalu.

"Apakah bulan Januari tidak ada pesanan mas" tanyaku saat itu. "Berhenti total mas, sampai sekarang, sejak adanya covid-19 di China, pesanan dari luar negeri berhenti total. Mungkin karena efek karantina atau lockdown, saya sendiri kurang paham" paparnya.

Jika antrian bulan Desember dikerjakan bulan Januari, itu artinya bulan Februari sudah selesai. Paling lambat kata tetangga saya semua pesanan akan selesai dikerjakan pada bulan Maret.

"Berarti pesanan bulan Februari sampai Maret tidak ada ya mas" timpalku.
"Ya belum tahu mas, kata bagian marketing tidak ada pesanan, ya nggak tahu nanti, apa lagi yang bisa dikerjakan."

Tetangga saya mungkin salah satu dari sekian banyak kasus buruh yang selama ini hanya tersiar melalui berita-berita saja. Bahwa mereka pada posisi yang rentan mengalami PHK. Suatu pilihan sulit bagi perusahaan, sekaligus mengiris hati bagi buruh. Sebab, dengan demikian belum ada kepastian ke depan bahwa kesejahteraan mereka terjamin.

Mungkin mereka para buruh bisa mensiasati untuk jangka waktu beberapa bulan. Lalu, selanjutnya seperti apa masih menjadi tanda tanya besar. Itu yang mungkin agak lumayan nasibnya. Lantas bagaimana buruh yang benar-benar apes? tiba-tiba terkena PHK dan tidak mendapat pesangon? 

Sampai sekarang saya tak sampai hati melihat mereka. Namun, justru kini tetangga saya samping rumah yang membuat saya semakin merasakan bahwa ini benar-benar terjadi, di depan mata.

BAGAIMANA JIKA BULAN DEPAN TETANGGA BENAR-BENAR DIRUMAHKAN?

Inilah tanda tanya yang sejak sore tadi hingga malam ini belum bisa kujawab. Tidak empati namanya juga tetangga. Mau empati tapi bagaimana caranya? Bukan masalah nasib untung atau buntung, tapi saya sendiri pada posisi sebagai pegawai dengan penghasilan yang pas-pasan juga.

Saya juga punya kebutuhan bulanan sebagai manusia yang normal. Butuh keperluan bulanan, butuh makan minum serta belanja bulanan untuk bertahan hidup.

Apa yang bisa saya lakukan jika ternyata bulan depan tetangga benar-benar dirumahkan?

Setelah berdiskusi kecil dengan istri, ternyata pemecahan paling utama adalah komunikasi dan kejujuran. Dua hal penting ini untuk mengungkapkan maksud dan tujuan untuk ikut merasakan kesedihan tetangga dengan cara yang sama-sama baik.

Artinya adalah saya bukan sebagai dewa penolong dengan segala kelebihan, dan saya juga tidak bermaksud merendahkan martabat tetangga. Sebab bagaimanapun juga jika sebelumnya kami bertetangga saling berkecukupan. Tak pernah membayangkan tiba-tiba terhenti seperti ini. Istri saya juga dekat dengan istri tetangga. Kami saling bertukar camilan, masakan, bahkan jika nongkrong bersama juga gantian menyediakan kopi.

Saya berusaha menjelaskan posisi saya, kondisi saya dan bagaimana caranya bisa bertahan bersama paling tidak beberapa bulan kedepan. Saya juga tidak menyinggung peringatan hari buruh maupun kebiasaan-kebiasaan menyambut May day. Jangankan memikirkan unjuk rasa, untuk bulan depan saja rasanya gelap.

Setelah saya komunikasikan kondisi dan posisi saya jika hal terburuk terjadi, maka tetangga saya memahaminya. Paling tidak dia tidak akan sungkan atau pakewuh jika meminta bantuan saya, meski bantuan itu juga tak banyak. Sebab saya sendiri juga pas-pasan.

Berikutnya adalah kejujuran. Ini penting bagi kedua belah pihak. Sebab bagaiamanapun juga kejujuran akan teruji saat terdesak suatu masalah. Bisa jadi orang yang terbiasa jujur dan kondisi mendukung  akan berubah menjadi pengkhianat saat kondisi tidak menguntungkan. Tapi, ini masalah bukan untung atau buntung. 

Kami sepakati bahwa kondisi ekonomi saya seperti ini. Misalnya nanti saya membantu, maka hanya bisa sampai pada titik tertentu saja. Tetangga pun menyetujui dan berharap tetap jujur apa adanya jika suatu saat nanti hal buruk itu terjadi.

"Semoga tidak terjadi mas, tapi kalaupun terjadi, saya juga tahu diri dan mohon kerelaannya untuk membantu."

Prinsip kejujuran ini pula yang akan membuat kami saling terbuka. Jangan sampai kebutuhan mendesak dan darurat tidak tertangani. Misalnya sakit, bayar sekolah atau angsuran yang jatuh tempo. 

Memang rasanya sulit membuka diri pada kondisi ekonomi masing-masing. Namun ini semua demi kebaikan, demi keberlangsungan hidup di masa pandemi covid-19 serta kecemasan terhadap masa depan pekerjaan. Saya harus membuka diri berapa keuangan yang ada, berapa tabungan yang ada dan berapa yang bisa saya gunakan untuk membantu.

Tetangga pun harus demikian. Ia harus terbuka kondisi keuangannya. Berapa tabungannya dan sampai kapan kira-kira berharap bantuan. Jika nanti benar-benar terkena PHK, sampai kapan bisa mencari pekerjaan lagi dan sebagainya.

APAKAH MEMBANTU BISA MENJADI HUTANG?

Kita sepakati juga bahwa dalam hal membantu ini adalah murni didasari kemanusiaan. Siapa yang mau menjadi korban PHK? siapa yang mau menerima kenyataan yang tak beruntung? dan siapa yang mau menanggung kewajiban kepala rumah tangga jika tidak memiliki penghasilan lagi?

Jadi untuk sementara saya dan tetangga bersepakat bahwa ini murni membantu di saat susah. Jika ternyata nanti tetangga bisa bangkit dan lebih sukses dari saya, lalu ada keinginan bahwa semua yang terjadi adalah hutang yang harus dibayar, maka saya pun tidak menolak. Namun, prinsip utama dalah tidak memberatkan dan benar-benar berlebih. Biasanya seseorang akan merasa ingin mengembalikan semua kebaikan yang pernah diterimanya.

Jika suatu saat nanti saya lebih beruntung, maka tak ada salahnya saya ridho bantuan itu menjadi tabungan akherat saya. Siapa lagi yang bisa saya bantu dari rumah yang terdekat selain tetangga? kelak saya pun juga tidak tahu apa yang terjadi. Manusia hanya ikhtiar, Tuhan yang menentukan. Jika ada tetangga yang kesusahan pada situasi seperti ini sulit rasanya jika tidak membantu. Minimal jangan membuat mereka sedih. Terus memberi motivasi untuk bangkit dan itulah yang bisa saya kerjakan.

Bagaimana jika tetangga anda esok hari curhat pada anda, "Mas saya kena PHK!"  

SINGOSARI, 30 April 2020   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun