Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Penjahit

26 Desember 2019   18:51 Diperbarui: 27 Desember 2019   15:16 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sama-sama pak, saya recomended sekali dengan jahitan bapak, pantas saja pegawai-pegawai saya selalu menunjuk sini untuk menjahit seragam" balas seorang konsumen memuji Pak Sukardi.

Atas jerih payah membesarkan usaha menjahit ini pula, Pak Sukardi mampu membiayai Wati untuk kuliah di perguruan tinggi. Meskipun begitu, Pak Sukardi tak bosan-bosannya menasehati Wati untuk tidak selalu silau dengan duniawi. Apa yang telah diperoleh saat ini memang sebuah puncak kesuksesan menekuni usaha menjahit. Tapi dengan tetap hidup sederhana menjadi suatu hal mendasar bagi Pak Sukardi dan keluarganya. Berulangkali Wati dinasehati dengan kalimat yang sama, “Jangan silau dengan duniawi.”

*********

Meski Pak Sukardi tak lelah menasehati Wati tentang kehidupan sederhan, namun tak membuat obsesi Wati berhenti begitu saja. Bahkan kini ketika beranjak dewasa, menjadi mahasiswa, ia pun tertarik dengan lawan jenis. Parasnya yang alami membuat banyak pria mendekati. Ada yang sekedar berteman, dan nampak beberapa yang serius ingin menjadikan Wati sebagai pacar. Namun, karena obsesi Wati cenderung pada kemewahan, berimbas kegagalan pada beberapa pacar-pacarnya, lebih tepatnya banyak mantannya yang mundur perlahan, mirip judul lagu mundur alon-alon.

Teman-teman di kampus menjadi kasak-kusuk membicarakan Wati yang mata duitan, cewek matre atau sebutan-sebutan yang senada. Bagi Wati tak ada salahnya perempuan mematok standar untuk pria yang mendekatinya. “Hari gini pacaran tanpa modal, ah, tenggelamkan saja!” pekik Wati saat mendengar teman-temannya ramai menggunjing dia. Pak Sukardi sebagai ayahnya sudah seringkali menasehati bahwa kehidupan mewah adalah jerih payah, kehidupan mewah tak mudah dan justru seringkali membuat kita lengah.

"Memang anak muda sekarang pak, inginnya yang instan, serba cepat dan jika perlu tak usah susah payah" kata pegawai Pak Sukardi saat mendengar cerita bahwa Wati ingin sekali punya mobil dan menyetirnya sendiri saat ke kampus.

"Ya pak, sampai pusing saya menasehati Wati, semoga ada petunjuk Tuhan yang membuatnya berubah" harap Pak Sukardi. Percakapan terhenti saat ada seorang pria yang menuju bilik jahit. Pria perlente itu terlihat gaul dan aroma parfumnya itu lo, wow...., semerbak hingga ratusan meter.

"Assalamu'alaikum, pak saya mau menjahitkan baju, ini saya bawa majalah mode, nanti jahitkan seperti ini ya" pinta seorang pria seraya menyodorkan majalah mode ternama.

"Siap, oh bisa-bisa dik" balas Pak Sukardi berbinar-binar.

"Tapi pak, jangan lupa sematkan merk ini di bawah leher belakang, supaya terlihat bermerk" pinta pria itu seraya mengeluarkan sebuah potongan kulit berbentuk kotak seukuran merk celana jeans dan bertuliskan sebuah merk pakaian ternama.

"Kalau ada merk-nya gini kan keren pak" bisik pria itu sembari senyum bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun