Yang membahagiakan kemudian, seiring perkembangan, di Kabupaten Banyuasin, per-2017 lalu mulai dioperasikan Pelabuhan Tanjung Api-api yang tidak hanya berfungsi sebagai pelantara alat transportasi tapi juga distribusi komoditi.
Bayangkanlah jika konektivitas dan dibukanya keterisolasian ini kemudan berefek pada kemudahan, dan memurahkan biaya transportasi dan logistik. Jelas secara langsung dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Warga Sungsang kini bisa memasarkan hasil laut mereka dengan lebih mudah tak hanya ke Palembang namun juga kabupaten lain di Sumatera Selatan.
Jika bawa kendaraan, dari Pelabuhan Tanjung Api-api pun hanya butuh waktu 3 jam untuk menyeberang ke Muntok. Jauh kan perbedaannya ketimbang yang dulu butuh 12 jam.
Pertanyaannya kemudian, kenapa baru sekarang?
Tentu karena biaya pembangunannya cukup besar, dari mulai pembebasan lahan, perizinan hingga biaya pembuatan pelabuhan itu sendiri. Tapi, memang harus dipush sebab manfaat pelabuhan ini sangat besar demi kemajuan di Sumatra Selatan.
Apalagi jika nanti pelabuhan ini dapat terintegrasi dengan jalur kereta api batu bara dari Tanjung Enim langsung ke Tanjung Api-api sebagaimana rencananya, maka distribusi komoditi tambang pun akan semakin efektif.
PERKEMBANGAN BANYUASIN
Sebagai orang yang lahir dan besar di Palembang sebetulnya saya sempat heran kenapa Kabupaten Banyuasin ini seolah-olah terbelah dua oleh kota Palembang dan Sungai Musi. Sebagai orang yang tinggal di sisi Seberang Ulu, tak jauh dari rumah saya pun itu sudah perbatasan dengan Banyuasin. Sedangkan, di sisi Ilir ujung pun sudah masuk ke Kabupaten Banyuasin.
Untuk memahami hal itu, lebih mudah dengan melihat peta secara langsung. Palembang yang "hanya" seluas 400,61 km2 itu berada "nyempil" di antara Kabupaten Banyuasin yang total luasnya 11.832,99 km2. Sebab itu pula, Banyuasin itu dipisahkan dan dikenal dengan sebutan Banyuasin I (yang berada di sisi Ulu) dan Banyuasin II (berada di sisi Ilir).
Perjalanan saya ke Desa Sungsang sebelum bergerak ke TN Sembilang dulu berlangsung cepat. Nah, dari sisi pergerakan wisata pun sekarang lebih efektif. Ya, bisa sih dari Palembang langsung naik speedboat ke Desa Sei Sembilang yang menjadi pintu masuk taman nasional. Tapi biayanya sangat mahal dan lebih lama. Makanya, saya dan rombongan memilih naik bus dulu ke Desa Sungsang, baru kemudian menyambung menggunakan speedboat.