Awalnya Julian berkata ia tidak masalah untuk tinggal sendirian di rumah. Namun, dari gesture-nya, ia nampak sangat penasaran. Ia juga terus bertanya mengenai aktivitas di masjid. Seperti, "Salat itu seperti apa, sih?" atau, "Bagaimana suasana di masjid?"
"Wah, apa aku boleh ikut?" tanyanya lagi dengan suara yang bersemangat.
"Tentu saja boleh," jawab saya. Walau begitu, saya tetap memastikan hal itu dengan bertanya ke ayah. Ayah sendiri bilang bahwa tak mengapa jika dia mau ikut.
"Ide bagus. Baiklah, aku akan ikut dan menunggu di luar," sahutnya.
"Kenapa menunggu di luar? Kau bisa masuk ke dalam."
"Bukankah orang 'seperti aku' tidak boleh masuk ke dalam masjid?"
Saya lalu menjelaskan. Bahwa masjid terbuka untuk siapa saja. Bahkan oleh orang yang tidak menjadikan masjid sebagai rumah ibadahnya, seperti dia. Yang penting adalah menjaga prilaku dan berpakaian pantas.
Kebetulan, setelah mandi sore, Julian mengenakan kemeja putih dan celana bahan panjang. Yeah, dia bule yang rapi hehe.
Di masjid...
Sekitar pukul 18:45, kami sudah berada di masjid. Jam segitu masjid belum terlalu ramai. Pas-lah, biar Julian tidak terlalu menjadi pusat perhatian.