Belakangan ini ramai pemberitaan tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).Â
Baik dari perusahaan yang telah lama berdiri maupun perusahaan-perusahaan yang kemarin pada saat pandemi global covid-19 mengalami booming pertumbuhan, startup.
Risiko terbesar menjadi pekerja ketika perusahaan yang menaunginya sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.
Dengan alasan besarnya beban biaya yang ditanggung, efisiensi perusahaan atau tergantikannya pekerjaan yang awalnya dikerjakan oleh manusia atau manual menjadi digital atau oleh sistem teknologi.
Apapun alasannya PHK selalu menyisakan permasalahan yang amat rumit, terutama bagi para pekerja yang belum siap untuk menerima kenyataan bahwa mereka harus keluar dari tempat mereka bekerja, tempat mereka menggantungkan nafkahnya selama ini.
Reaksinya pun berbeda-beda, dari generasi pekerja yang telah lama mengabdi dengan generasi pekerja yang masih seumur bawang, generasi pekerja yang telah berkeluarga dengan generasi yang masih single, pekerja jajaran manajerial dengan pekerja pelaksana.
Kita flashback sejenak. Itulah pentingnya bagaimana seorang pekerja harus smart dalam mengelola pendapatan yang berasal dari take home pay atau gaji pekerja.
Silahkan baca kembali beberapa artikel yang pernah penulis tayangkan di Kompasiana tentang bagaimana mengelola pendapatan, gaya hidup frugal living, passive income dan sejenisnya.
Sebagai antisipasi pada saat terjadi badai yang merugikan para pekerja atau pada saat terjadi PHK. Kalaupun lolos dari PHK, batasan usia membatasi pekerja untuk terus bekerja atau disebut PHK karena pensiun.
Dengan begitu, setidaknya para pekerja telah siap dalam kondisi apapun.