Kecuali ada kelebihan yang ditawarkan rumah seken seperti misalnya dekat dengan rumah ibadah, playground atau lingkungan hunian/tempat tinggal sudah terbentuk.
Jika investor properti menjual barang dagangannya sesuai dengan harga pasar maka benefit cost ratio nya sangat tipis atau sebesar satu koma nol nol nol sekian. Alias rugi dan lebih untung duit ditaruh di bank (syariah).Â
Sedangkan kalau bertahan, para investorpun akan berpikir ulang terutama yang usia properti rumahnya lebih dari 5 tahun sejak dibeli.
Beban biaya perawatan, kewajiban pembayaran listrik dan air serta gas, pajak bumi dan bangunan, iuran sampah, iuran keamanan, iuran lingkungan, dan iuran lain-lain menghantuinya di depan mata.
Beberapa pemain/investor properti melepas rumah seken kepada end user meski dengan harga "rugi" dengan pertimbangan meminimize kerugian yang berlanjut.Â
Strategi barunya, sebagian para investor tadi merelokasikan investasinya ke jenis properti yang memiliki risiko rendah/low risk seperti lahan kavling misalnya.
Low risk yang dimaksud tidak serta merta sebagai sebuah investasi yang tidak berisiko sama sekali.Â
Setidaknya apabila duit tertanam di jenis properti kavling/lahan ini biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum obyek laku terjual tidak terlalu besar.
Biaya yang dikeluarkan untuk jenis properti kavling/lahan relatif tidak ada, tidak mengenal biaya perawatan, iuran keamanan, iuran sampah, kewajiban pembayaran listrik dan air serta gas.
Kalaupun ada yang harus dibayar untuk pajak bumi dan bangunan dalam kurun waktu satu tahun sekali dan iuran lingkungan seperti biaya potong rumput dan tanaman liar itupun untuk jenis kavling/lahan yang berada di dalam lingkungan hunian premium.
Sebagai pemain kecil pada bisnis properti rumah seken, penulis turut terimbas dengan kondisi pasar rumah sekunder yang diuraikan diatas.