Sebagai pemilik usaha Bagus membeli lahan dari beberapa petani dengan luas 5000m2 dengan lebar depan 50m dan memanjang ke belakang sejauh 100m.Â
Masing-masing lokasi lahan berbeda harganya bergantung dari lokasi yang dimiliki tiap-tiap petani, semakin masuk kedalam harga semakin rendah dibandingkan harga di lokasi depan.
Singkat kata, Bagus sebagai pemilik sekaligus disebut sebagai seorang entrepreneur, karena mengubah lahan milik petani dari lahan pertanian yang kurang produktif dia kreasikan dan inovasikan dalam bentuk siteplan sebuah tanah kavling siap bangun berlegalitas resmi bagi para end user dengan transaksi syariah. End user bisa melakukan pembayaran cicilan tanpa dikenakan bunga dengan jangka waktu tertentu.
Untuk mewujudkan mimpi dan cita-citanya, Bagus merekrut Bakti yang dikenalnya sebagai seorang marketing yang mempunyai networking/link luas dan berpengalaman dalam bidang terkait serta amanah dalam menjalankan setiap tugas di perusahaan sebelumnya, maka dihire dengan sedikit penambahan salary dan tunjangan.
Dari urusan legalitas tanah, pembersihan lahan, pembentukan lahan, dan pemasaran serta human relation baik dengan warga/perangkat desa maupun aparatur terkait hingga level kabupaten oleh Bagus diserahkan kepada Bakti dengan keputusan dan negosiasi tetap dalam kendali Bagus.
Bakti disebut sebagai seorang intrapreneur, karena dia hanya menjalankan ide dan pemikiran Bagus sebagai pemilik, meskipun seringkali ide-ide Bakti cukup cemerlang namun ide tersebut tidak serta merta menjadi sebuah keputusan yang wajib dijalankan tanpa persetujuan pemilik yaitu Bagus.
Sedikit pengetahuan yang penulis rangkum berdasarkan data histori di lapangan, melihat pengalaman orang lain dan sumber dari berbagai media, tentang Intrapreneur dan Entrepreneur, semoga bermanfaat dan menjadi amalan jariyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H