Jadi, teman kami mendirikan sekolah betul-betul dengan modal nekad. Tak ada tanah, apalagi gedung. Di tahun pertama, baik PAUD maupun SMP, menyewa gedung madrasah ibtidaiyah sebagai kelas sekaligus kantor. Dan menyewa satu rumah sebagai tempat tinggal senior kami.
Kenapa harus menyewa rumah?Â
Jadi, senior kami yang mendirikan sekolah di sana bukanlah orang sana, ia seorang pendatang. Maka ia harus mengontrak rumah sebagai tempat tinggal. Kami semua pun adalah pendatang. Jadi ketika kami mengajar, kami istirahat di rumah sewaan tempat tinggal senior kami tersebut.
Setahun kemudian, gedung madrasah tersebut tak lagi dapat digunakan. Akhirnya setelah diskusi, kami putuskan mulai sekitar Maret 2007 tempat belajar PAUD sekaligus SMP adalah di rumah sewaan tempat tinggal kami para pengajar.
Rumahnya lumayan besar, ada 3 kamar, ruang tamu yang lumayan luas, dapur dan kamar mandi. Serta halaman depan rumah sekitar 10 meter persegi.
Ruang tengah tersebut disekat oleh rak buku sebagai pemisah kelas. Jadi, pagi hari jadwal anak-anak PAUD, dan selepas duhur jadwal anak-anak SMP. Jadilah, kami tidak boleh malas bangun pagi. Sebab jika malas, maka belum juga kami mandi siswa PAUD akan sudah tiba diantar ibunya. Â
Thun berikutnya, 2008, PAUD menyewa sebuah ruko, sebagai tempat belajar. Sementara SMP masih di rumah. Namun tetap saja jam belajar dibagi pagi dan siang. Sebab tahun 2008 jumlah kelas bertambah. Tidak cukup jika semuanya harus masuk pagi.
Di tahun 2008 ini beberapa teman kami mulai berhenti mengajar. Sebab tahun 2008 beberapa dari kami sudah ujian skripsi. Beberapa dari teman kami ada yang pulang kampung, ada yang mencari pekerjaan, dan ada yang menikah. Sehingga tinggal saya dan dua teman lainnya. Serta teman kami yang pendiri sekolah tersebut. Dan satu lagi ada warga pribumi, perempuan, yang mengajar agama. Oh ya semua guru di sana waktu itu laki-laki, kecuali guru agama, yang orang asli dari desa tersebut.
Kedua teman saya lebih sering pulang pergi dari tempat mengajar ke tempat kos di Depok. Sementara saya lebih sering menginap di rumah sekaligus sekolah tersebut bersama senior saya tersebut.
Kami sering bertukar pikiran, khususnya tentang, masa depan sekolah yang masih belum punya gedung. Sementara, yayasan belum siap membangun gedung. Waktu terus berjalan, dan siswa semakin bertambah.
Untuk tanah, sekitar tahun 2006, waktu awal-awal pendirian, ada seseorang yang menyumbangkan uangnya yang sebetulnya uang itu mau dia pakai untuk umroh. Orang tersebut adalah kenalan senior saya dan temannya.
Mengetahui jika senior saya mendirikan sekolah dan belum ada tanah, beliau membatalkan umrohnya dan uang itu dipakai untuk membayar tanah. Namun tidak sampai lunas. Sebab masih kurang.