Tapi kok rasanya mereka memakai standar ganda deh... Memang pendapatan mereka yang menjadi pelaku alat transportasi konvensional turun dengan hadirnya alat transportasi on-line, tapi mereka merasa nggak sih bahwa dulu pada jamannya, kehadiran angkot, ojeg dan taksi (konvensional) mendesak dan secara sangat signifikan menurunkan pendapatan para pengemudi becak dan kusir delman! Malahan barangkali dengan alasan "demi modernisasi dan azas kepantasan", di wilayah perkotaan sih becak dan delman nyaris "punah" ditelan jaman.
Dan mereka, para pengemudi delman, becak dan becak motor, pun pernah kok berdemo di berbagai kota di Indonesia, ketika mereka dilarang beroperasi dengan alasan tadi. Kok pada saat itu mereka, para pelaku alat transportasi konvensional itu, tidak ikut demo membela para kusir delman, dan sopir becak? Apakah karena dalam hal ini mereka diuntungkan? Agaknya sih iya, karena mereka lah yang merebut lahannya becak dan delman...
Memang betul, siapa sih yang untuk 10 atau 20 kilo meter mau naik becak atau delman? Mungkin sampai sih sampai, tapi nganu lho, kalau untuk jarak segitu sih agaknya pegelnya itu ndak ketulungan! Iya opo iya? Hehehe... (Ada yang tahu nggak, di becak dan delman, shockbreaker-nya merk apa ya?). Dan yang jelas, tarifnya pasti lebih mahal daripada kalau dibandingkan dengan tarif angkot atau ojek atau bahkan taksi sekalipun.
Nah tuh, pada saat angkot, taksi dan ojek dengan gagah perkasa menggusurkeberadaan delman dan becak, apakah mereka memikirkan nasib para tukang becak dan kusir delman? Jelas bahwa para tukang becak dan kusir delman kehilangan pekerjaan. Jelas bahwa para tukang becak dan kusir delman kehilangan sumber uang yang mereka perlukan untuk menafkahi keluarganya, untuk memberi makan keluarganya.
Kok ndak, sih? Bukankah mereka itu pun, maaf, sama-sama kaum tidak berpunya? Mana dong solidaritas sampeyan-sampeyan? Kok yang dibela hanya kepentingan diri sendiri, tanpa peduli nasib orang lain yang sama-sama kaum tidak berpunya? (Mereka 'kan ngakunya begitu, tapi ternyata, mohon maaf, dari kaca mata orang lain, mereka itu bisa dipandang sebagai orang-orang yang egois, hanya ingin kepentingannya doang yang dipenuhi...).
Mau "bukti"yang lain, bahwa mereka tidak pedulu pada "orang senasib"? Niih...
Pertama, mereka berdemo agar bus sekolah yang disediakan Pemerintah Kota Bandung dihentikan. Bis sekolah yang mestinya sangat bermanfaat untuk menekan pengeluaran ongkos transportasi anak sekolah (yang artinya bisa sangat membantu bagi para orang tua yang hidupnya pas-pasan). Alasannya tidak lain dan tidak bukan karena anak-anak dari keluarga pas-pasan tadi jadi tidak memakai angkot, dan menurunkan pendapatan para sopir angkot. Keterlaluan pisan yaks...
Ke dua, mereka pun bahkan menolak keberadaan Trans Metro Bandung (TMB), bis kota yang beroperasi di Bandung, padahal kalau tidak salah dulu mereka diajak untuk menjadi "pemilik patungan" bis TMB dengan menjual angkotnya dan dari 3 angkot menjadi 1 bus kota TMB; hal yang diharapkan sedikit-banyaknya akan berkontribusi pada pengurangan kepadatan lalu lintas di Bandung. Alasannya yang sama seperti yang tadi: keberadaan TMB jadi menurunkan jumlah penumpang yang (menurut mereka) harusnya naik angkot mereka, dan karena itu jadi menurunkan pendapatan mereka. Hadeuh... Heroik pisan!